Anggota Legislatif DPRD Provinsi Jawa Tengah Hadi Santoso, menggelar pagelaran budaya Wayang Ringkes dengan tema “Bagong Mbangun Desa” Selasa, (02/03), di Desa Punduh Sari, Manyaran, Wonogiri.
Menurut Hadi, kegiatan ini merupakan cara untuk nguri-nguri budaya, melestarikan kebudayaan yang menjadi warisan dan keragaman yang telah mengakar dalam diri masyarakat Jawa Tengah.
“Disebut nguri-nguri budaya itu artinya ya nanggap, mementaskan kesenian untuk mendukung para seniman. Tahun-tahun terakhir ini sudah jarang tanggapan. Jadi ini bukti kepedulian kita terhadap budaya, khususnya pegiat kesenian dan kebudayaan” ungkap politisi asli Wonogiri tersebut.
Budaya, menurut Wakil Ketua Komisi D DPRD Jawa Tengah ini, adalah kumpulan dari nilai nilai luhur yang senantiasa dijaga dan dirawat, sehingga perkembangan zaman sekarang merupakan bukti eksistensi budaya. Itulah mengapa menurut Hadi, anak-anak muda harus dikenalkan dan didekatkan dengan budayanya.
“Mari kita ikhtiari bersama-sama, saya berharap betul budaya itu tidak hanya dinikmati bapak-bapak, ibu-ibu, mbah-mbah, tapi juga bisa dinikmati oleh generasi muda, oleh semua kalangan, tidak hanya tontonan tapi juga jadi tuntunan.” Terangnya.
Hadi juga sangat mengapresiasi anak muda yang mau dan bersemangat melestarikan budayanya,
“Anak muda mau belajar wayang itu barang langka. Lalu apa yang harus kita lakukan agar anak-anak muda itu tidak tertarik dengan budaya asing saja, padahal kita ini punya kebudayaan yang adhiluhung, yang tinggi mutunya.”
Dengan anggapan-anggapan tentang wayang yang ada di masyarakat selama ini, ditambah anak-anak muda saat ini juga hidup di zaman yang berbeda, maka perlu adanya modifikasi agar kebudayaan baik itu wayang atau kebudayaan lainnya, bisa diterima dengan baik. Sedikit demi sedikit masyarakat, khususnya anak muda harus dikenalkan. Menurut Wakil Ketua komisi D DPRD Jawa Tengah ini, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk melestarikan kebudayaan, terkait dengan keterlibatan anak-anak muda. Yang pertama yaitu menyesuaikan dengan kondisi zaman.
“Salah satunya memang kita harus menyesuaikan, bahwa misal anak-anak itu nggak suka lama, berarti gimana biar tetap jalan tapi nggak lama, jadi anak muda tetap bisa menikmati. Menyesuaikan apa aja, bahasa, tema, cara penampilannya harus disesuaikan. Wayang dimodifikasi dengan berbagai macam kesenian yang bisa diterima oleh anak-anak muda. Kedah dimodifikasi.”
Selanjutnya, yang bisa dilakukan agar generasi muda mengenal dan kemudian bisa melestarikan kebudayaan disekitarnya, yakni dengan mendekatkan kebudayaan tersebut dengan dunia pendidikan.
“Yang kedua, memang harus didekatkan dengan dunia pendidikan. Dunia pendidikan itu kalau sekarang orang ingin mengkampanyekan tentang sampah, maka dibuatlah program sekolah adiwiyata, sebagaimana wayang, budaya harus mendapat porsi yang lebih juga di dunia pendidikan.” Jelas Hadi.
Hadi menambahkan, wayang sebagai budaya adhiluhung, memiliki pesan-pesan yang kuat yang bisa dijaga pewarisnya.
“Wayang ini tadi budaya adhiluhung, punya pesan-pesan yang kuat yang bisa menjadi tuntunan tidak sekadar tontonan. Jangan sampai kalau sudah direbut negara lain barulah kita ribut. Padahal sebabnya karena anak kita cucu kita tidak pernah dikenalkan dengan budaya budaya tersebut. Dan harus menggunakan tata cara yang sesuai.” Tambah Hadi.
Mengamini hal tersebut anggota komisi IV DPRD Wonogiri Sri Hariyanto mengatakan bahwa pagelaran singkat ini adalah wujud komitmen bersama terhadap pelestarian budaya.
“Betul yang disampaiikan mas Hadi, nguri-nguri budaya iku yo nanggap ngeten. Ngolek-nggolekne kegiatan ngge tambah tambah kegiatan, njeh mboten mas bagong.” Celethuk Hari saat sesi Goro-goro peglaran Wayang Dalang Kondang Ki Suwondo.
Pegelaran Wayang kulit ringkes digelar selama dua jam dengan lakon Bagong Mbangun Desa. Bercerita tentang Bagong, untuk membangun desanya dengan meminta restu kepada petinggi tetapi mendapatkan penolakan karena Bagong dianggap hanya bersenda gurau.