Jatengkita.id – Seringkali saat orang-orang menyebut kata Tegal, hal yang terlintas dipikiran adalah istilah ‘Warteg’ atau warung Tegal. Warung makan yang banyak dijumpai di beberapa daerah di Tanah Air. Selain terkenal dengan warteg, Ternyata banyak hal yang menarik dan unik tentang Tegal lho! berikut ulasannya.
Bahasa Jawa Khas Tegal
Bahasa Jawa Khas Tegal ini memiliki dialek yang ikonik. Sangat berbeda dengan Bahasa Jawa di Semarang ataupun Solo yang penuturannya cenderung lebih halus. Mungkin sekilas lebih mirip dengan dialek ngapak, seperti Bahasa Jawa khas Banyumasan, namun ternyata berbeda. Hal ini disebabkan adanya perbedaan arti kata, intonasi serta cara pengucapannya. Yang membuat terdengar ikonik adalah pengucapan pada tiap frasanya, contoh “padha” maka tetap dibaca “pada” sama seperti pengucapan dalam Bahasa Indonesia. Contoh dialek khas Tegal yang ikonik, misalnya “Kowen maring ngendi?” (Kamu mau kemana?), lalu “Neng kana pan apa?” (Ke sana mau ngapain?).
Tidak Ada Warteg
Warteg atau Warung tegal adalah warung makan sederhana yang menyajikan aneka masakan khas rumahan. Lahirnya Warteg ini rupanya memiliki sejarahnya sendiri. Pelopor warteg ini diprakarsai oleh tiga desa, yakni Desa Krandon, Sidakaton dan Sidapurna. Hampir sebagian besar warganya adalah pengusaha warteg yang kemudian merantau ke berbagai daerah di Indonesia. Terutama ke kota – kota besar, seperti Jakarta.
Walaupun sebagian besar adalah pengusaha warteg, di Tegal tidak dijumpai nama Warteg. Warung – warung makan di sana hanya bertuliskan warung nasi saja. Warung Tegal juga menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat di Indonesia. Hal ini disebabkan aneka lauk pauknya yang bervariasi dan khas rumahan. Mulai dari sayur kacang, kangkung, ayam goreng, hingga tempe goreng, dan aneka masakan lainnya. Harganya juga cukup terjangkau sehingga menjadi pilihan terbaik, khususnya bagi anak kos atau pekerja yang berada di perantauan.
Jepangnya Indonesia
Tegal juga memilki julukan sebagai Jepangnya Indonesia. Hal ini bermula dengan adanya industri yang berkembang pada tahun 1940 untuk mencukupi kebutuhan persenjataan tentara Jepang saat itu. Maka, bermunculanlah industri pengerjaan logam serta pengecoran logam. Penduduk sekitar dilatih untuk terampil dalam hal itu. Hingga ditahun – tahun berikutnya banyak bengkel – bengkel sederhana di sana.
Teh Slawi
Tegal terkenal juga dengan produsen tehnya. Salah satu tempat yang menjadi pioner pabrik pembuatan teh adalah daerah Slawi, sehingga disebutlah dengan nama Teh Slawi. Teh Slawi khas Tegal ini menjadi salah satu ciri khas dan keistimewaan dari Tegal karena proses pembuatannya yang diseduh menggunakan poci tanah liat ditambah gula batu. Sehingga menciptakan aroma dan rasa yang istimewa.
Hal lainnya yang masih seputar teh adalah adanya tradisi yang melekat di Tegal, yaitu tradisi minum teh. Dibandingkan dengan daerah lainnya di pesisir utara Jawa Tengah “ngeteh” sudah menajdi tradisi yang melekat serta menajdi bagian hidup masyarakat sehari-hari.
Lahirnya Marinir Tanah Air
Pada masa pendudukan kolonial Belanda di Tegal dibangun sekolah pelayaran. Hal ini didukung dengan adanya catatan sejarah ALRI, Zee Vaartschool yang berada di Surabaya. Seiring berjalannya waktu masa penjajahan kolonial Belanda beralih ke masa penjajahan Jepang. Kemudian muncullah Sekolah Pelayaran Rendah (SPR) dan Sekolah Pelayaran Tinggi (SPT) yang menjadi cikal bakal Angkatan Laut di Tanah Air ini.
Tepatnya pada tanggal 5 Oktober 1945 namanya berganti menjadi Tentara Keamanan Rakyat Laut (TKR Laut). Basis kelompok bahariawan sehingga terbentuk angkatan perang. Kemudian pada tanggal 15 November 1945 Pangkalan IV Tentara Keamanan Rakyat Tegal membentuk Corps Mariniers.
Wayang Golek Cepak Teagalan
Wayang golek identik dengan kesenian khas Sunda. Namun, di Tegal juga punya, masyarakat Tegal menyebutnya sebagai wayang golek cepak tegalan. Sekilas bentuknya hampir mirip dengan tokoh Cepot dan Unyil. Akan tetapi, bentuk kepala wayang golek cepak khas tegal mempunyai bentuk kepala datar.