Pada sebagian wilayah di Indonesia ada tradisi yang unik ketika menjelang bulan ramadan. Hal ini dilakukan sebagai bentuk rasa bahagia karena bulan suci nan mulia segera tiba. Salah satu tradisi yang dilakukan masyarakat Kudus, Jaawa Tengah adalah tradisi Dhandhangan. Tradisi ini merupakan festival dengan acara puncaknya memukul bedug di Masjid Menara Kudus, yang menandakan bahwa bulan puasa telah tiba.
Menurut sejarahnya asal tradisi ini adalah berawal dari berkumpulnya santri-santri di Menara Kudus pada saat menjelang Ramadan sembari menunggu pengumuman dari Sunan Kudus terkait penentuan awal Ramdhan untuk melaksanakan ibadah puasa. Namun, seiring berkembangnya zaman, adanya Dhandhangan ini dijadikan sebuah momentum bagi pedagang-pedagang untuk berjualan di sekitar masjid. Sampai saat ini tradisi Dhandhangan di masyarakat terkenal dengan sebutan pasar malam menjelang bulan suci Ramadhan.

Dahulu di abad ke-16, saat menjelang bulan suci Ramadan pengumuman awal Ramadan diberi tahu secara langsung oleh Sunan Kudus. Beliau merupakan seorang pakar dalam bidang ilmu falak di zamannya sehingga dapat mengetahui perhitungan hari serta bulan dalam kalender hijriah. Pengumuman dilakukan di pelataran Masjid Menara Kudus. Ditandai dengan dipukulnya bedug dua kali. Pemukulan yang pertama dilakukan untuk memberi tahu masyarakat untuk segera berkumpul menuju sumber suara yaitu di pelataran Masjid Menara Kudus. Kenmudian untuk pemukulan bedug yang kedua dilakukan untuk menentukan sekaligus membuka awal bulan Ramadhan sehabis salat isya.
Saat pengumuman dilaksanakan akan dihadiri banyak murid-murid Sunan Kudus berdatangan. Seperti Sultan Trenggono dari Demak sampai Sultan Aryo Penangsang dari Blora. Masyarakat juga tak kalah bersemangat untuk menunggu pengumuman. Jangka waktu yang cukup lama untuk menunggu hasil pengumuman ini maka momen ini dijadikan kesempatan bagi pedagang untuk berjualan makanan. Sehingga pasar “dadakan” itu pun terjadi dan menjadi bagian dari tradisi Dhandhangan sampai saat ini.
Acara ini digelar 10 hari menjelang bulan puasa. Kemudian dimeriahkan adanya para pedagang yang menjajakan dagangannya. Pada mulanya hanya berjualan makanan tradisional saja namun seiring dengan berjalannya waktu mereka juga berjualan pakaian. Jumlah pedagang yang ber jualan mengalami peningkatan sejak tahun 1980-an.
Tradisi Dhandhangan ini juga telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh Kemendikbud sejak 29 Oktober tahun 2021.