Jatengkita.id – Wilayah Rembang berdasarkan letak geografisnya berbatasan langsung dengan Tuban di sebelah timur dan di sebelah baratnya berbatasan dengan Pati. Kemudian di sebelah selatannya berbatasan dengan Blora sedangkan di sebelah utaranya langsung berbatasan denga Laut Jawa. Jadi, tidak heran jika wilayah Rembang disebut sebagai wilayah jalur pantai strategis.
Selain dikenal sebagai jalur pantai yang strategis, Rembang juga dikenal sebagai tempat peristirahatan salah satu pahlawan nasional wanita Republik Indonesia yaitu, Raden Ajeng Kartini. Berdasarkan sejarah, semangatnya untuk memberikan pengaruh positif terhadap kaum wanita menjadikan harum namanya hingga saat ini. Kekayaan sejarahnya, menjadikan orang – orang bersimpatik dan mereka pun memberikan julukan – julukan unik. Seperti apa sajakah julukan unik itu?
- The Cola of Java (Cola-nya Jawa)
Rembang memiliki luas wilayah 1.014,10 km2 dan memiliki tanaman buah yang khas, yaitu buah kawis atau kawista. Buah ini mampu tumbuh subur, meskipun keadaan tanahnya kering. Buah kawis ini mempunyai rasa yang unik, orang – orang banyak menyebutnya seperti rasa cola (minuman bersoda dari Coca cola). Sehingga tidak heran jika buah ini menjadi ciri khas dari Rembang.
Karena keunikan rasanya maka buah kawis ini pun diolah menjadi minuman sirup dan dijadikan sebagai buah tangan khas Rembang yang cocok dibawa pulang selepas berkunjung ke sana. Selain sirup ada juga yang mengolahnya menjadi nastar, dodol atau es buah kawis yang sering dijual di warung dengan harga yang cukup terjangkau.
Buah kawis rasa cola ini, tidak hanya tumbuh di Rembang saja, akan tetapi juga di luar negeri seperti di Sri Lanka, Myanmar, India dan Malaysia pun ada. Bahkan buah dengan rasa cola ini di Sri Lanka telah menjadi komoditi ekspor, buahnya diekspor setelah olahan buah kawis dalam bentuk krim.
- Little Tiongkok (Tiongkok Kecil)
Little Tiongkok merupakan julukan lain dari Rembang. Berdasarkan sejarahnya dahulu wilayah Lasem merupakan tempat pendaratan awal orang – orang Tiongkok. Sehingga tidak heran ketika berkunjung ke sana menjumpai perkampungan Tionghoa dan ditemukan bangunan – bangunan bergaya arsitektur khas Tiongkok. Mulai dari rumah – rumah hingga pondok pesantren.
Adanya dua budaya menjadikan masyarakat lokal maupun pendatang untuk saling bertoleransi. Hal ini pun terjadi di Lasem. Akulturasi budaya menjadikan lambang bahwa hidup berdampingan meskipun berbeda etnis pun dapat dilakukan. Bahkan menjadikan suatu peluang usaha untuk menciptakan sebuah peluang usaha yang hingga saat ini terkenal dengan nama Batik Lasem.
Batik Lasem ini tercipta dari salah seorang keturunan Tionghoa yang menekuni kerajian batik. Sehingga antara budaya Jawa dan Tiongkok menghasilkan motif batik unik. Batik Lasem merupakan batik tulis yang pengrajinnya membuatnya dengan cara tradisional. Sehingga untuk satu lembar batiknya dikerjakan dengan jangka waktu yang cukup lama bisa sampai berbulan – bulan. Tergantung dengan tingkat kesulitan motif yang dikerjakan. Namun, hal ini tidak mengurangi harga jual dipasaran karena batik yang dihasilkan akan mencapai harga jual hingga jutaan rupiah.
Terkait motif khas batik di Little Tiongkok, terkenal dengan sebutan motif watu pecah. Motif watu pecah ini dibuat karena terinspirasi dari kejadian pembuatan jalan dari Anyer hingga Panarukan yang dikerjakan oleh pribumi dengan memecah bebatuan menjadi kerikil – kerikil di masa penjajahan dahulu. Selain motifnya yang unik, pewarnaan batiknya pun masih menggunakan pewarna bahan alami yaitu menggunakan akar daun pace atau daun mengkudu. Adapun warna yang dihasilkan warna merah darah ayam atau disebut “abang getih pithik”.
- Kota Garam
Sebutan Kota Garam untuk Rembang sebenarnya tidak berlebihan. Faktanya memang Rembang memiliki wilayah pesisir dengan luas 1.584,42 ha sebagai lahan garam dan jumlah penduduk yang mayoritasnya adalah bekerja sebagai petani garam. Garam yang dihasilkan di sana juga tak kalah dengan garam impor. Kualitas garamnya setelah diuji dan mendapatkan data hasil penelitian, menunjukkan bahwa kandungan NaCl nya rata – rata 94 persen, yang menandakan bahwa kualitasnya hampir sama dengan garam – garam yang diimpor.