Jatengkita.id – Akhir-akhir ini kasus bullying pada remaja semakin sering ditemui baik melalui informasi di media cetak maupun di layar televisi.
Selain tawuran antar pelajar, ada bentuk-bentuk kekerasan yang sudah lama terjadi di sekolah, namun tidak mendapat perhatian bahkan tidak dianggap hal yang serius.
Misalnya, intimidasi dari teman-teman atau pemalakan, pengucilan diri dari temannya atau perilaku bullying. Akibatnya anak menjadi malas pergi ke sekolah karena merasa terancam dan takut. Hal itu bisa menjadi depresi tahap ringan dan dapat mempengaruhi belajar di kelas.
Bullying atau perundungan merupakan budaya buruk yang terus terulang, dari data yang dirilis KPAI, 13 Februari 2023 tercatat kenaikan angka kasus bullying sebanyak 1.138 kasus kekerasan fisik dan psikis yang disebabkan oleh bullying.
Sedangkan berdasarkan catatan FSGI, sepanjang dua bulan pertama pada 2023 sudah tercatat ada enam kasus tindak perundungan atau kekerasan fisik dan 14 kasus kekerasan seksual di satuan pendidikan.
Secara teoritis bullying merupakan suatu keadaan yang berupa perilaku negatif dan berulang, yaitu saat seseorang kesulitan untuk mempertahankan dirinya dari suatu kekuatan yang tidak seimbang, perlakuan tersebut dilakukan dengan sengaja dan intens.
Baca Juga Waspada! Internet Jadi Pintu Remaja Kecanduan Pornografi
Seseorang menjadi pelaku bullying ketika mengarahkan perilaku negatif kepada seorang atau lebih secara berulang dan dalam waktu tertentu.
Fenomena bullying menjadi hal yang serius di bidang pendidikan. Bahkan Kasus perundungan (bullying) kembali memuncak. Beberapa waktu yang lalu kejadian kasus perundungan menimpa seorang siswi SMA Negeri 1 Sumberlawang, Kabupaten Sragen, berinisial S (15).
Ia diduga menjadi korban perundungan gegara tidak memakai jilbab, hingga S enggan masuk sekolah lantaran merasa takut.
Dari kasus tersebut bullying dapat berakibat negatif baik terhadap korban maupun pelakunya, keduanya dapat mengalami masalah jiwa dan sosial, bahkan sampai bunuh diri.
Dampak Purundungan
Bagi korban, efek negatif bullying dapat berupa efek jangka pendek seperti luka fisik, maupun efek jangka panjang seperti mengalami kecemasan, depresi, penggunaan zat berbahaya, peluang melakukan bullying pada orang lain serta memungkinkan munculnya berbagai gangguan perilaku lain.
Bullying dapat menimbulkan masalah pada aktivitas sosial, merasa takut untuk sekolah sehingga sering absen. Anak juga tidak dapat belajar dengan baik dan tidak dapat berkonsentrasi yang ke semuanya dapat menimbulkan penurunan prestasi belajar.
Faktor Penyebab Bullying
Keluarga memiliki pengaruh yang besar dalam terjadinya perilaku bullying. Faktor keluarga yang mempengaruhi bullying diantaranya pola asuh yang diterapkan oleh orang tua kepada anak dalam keluarga. Pola asuh yang berkontribusi besa pada perilaku bullying adalah pola asuh otoriter.
Hal ini dapat ditunjukkan dengan orang tua yang sering melakukan penghukuman tanpa memandang seberapa besar kesalahan anak. Perilaku orang tua semacam ini dapat membangun persepsi anak bahwa orang tuanya tidak sensitif terhadap perasaannya.
Hal tersebut membuat anak tidak mampu mengembangkan empati terhadap orang lain serta lebih agresif pada teman sebaya. Pola asuh otoriter yang mendukung penggunaan hukuman sebagai upaya pendisiplinan anak juga meningkatkan risiko keterlibatan dalam perilaku bullying.
Upaya Pencegahan
Maraknya kasus bullying yang semakin meningkat perlu adanya tindakan untuk mencegah perilaku ini agar tidak terus meluas. Tindakan yang harus dilakukan adalah dengan membangun suasana hangat dan hubungan saling mendukung di lingkunga keluarga dan sekolah.
Selain itu, upaya untuk meningkatkan kesadaran di antara anak-anak akan bahaya bullying juga penting dilakukan. Disini peran orang tua danguru juga sangat penting terhadap pencegahan bullying.
Di sekolah guru perlu melatih diri untuk tidak mudah terpengaruh atas laporan dari pihak yang salah atau pihak pelaku. Ini karena sering dijumpai siswa yang mengaku bahwa dirinya itu korban agar dapat dilindungi oleh guru padahal dirinya adalah pelaku dari bullying.
Dengan tindakan begitu harapannya siswa dapat lebih berhati-hati dalam bergaul dan tidak tertarik akan kegiatan bullying yang nantinya akan sangat merugikan dirinya sendiri bukan hanya dirinya sendiri bahkan bisa merugikan orang lain.