Jatengkita.id – Masih ingat buku iqro? Iya, buku yang populer digunakan sebagai buku teks belajar membaca Al Quran. Tahukah kamu, foto siapa dibalik halaman belakang buku iqro yang kalian baca? Beliau adalah KH As’ad Humam. Yuk, kita kenalan sama KH As’ad Humam, seorang pelopor metode membaca Al-Qur’an menggunakan iqro.
Nama aslinya hanya As’ad dari ayah bernama H. Humam Siraj. Masa mudanya dijalani di Kotagede, Yogyakarta.
Menginjakkan usia remaja As’ad menyantri ke muallimin, tetapi mengalami gangguan fisik berupa pengapuran dini di bagian tulang belakang.
Selanjutnya ia tidak mampu bergerak secara wajar, sehingga ia mengundurkan diri dari muallimin ketika kelas 2 Tsanawiyah.
Ia mewarisi darah pedagang dan profesinya sebelum aktif dalam pengajaran qira-ah adalah pedagang perhiasan imitasi di Pasar Beringharjo, Yogyakarta.
Profesi ini kemudian membawanya berkenalan dengan K.H. Dahlan Salim Zarkasy yang mengajaknya aktif ke dunia pendidikan Islam.
Metode Iqra’ digunakan di Kotagede, pusat kebudayaan Muhammadiyah di Yogyakarta. Almarhum As’ad Humam ditemani oleh Jazir Asp, seorang pegiat Muhammadiyah lainnya, yang sekarang menjadi sosok penting di Masjid Jogokariyan Yogyakarta, saat menemukan metode Iqra.
Mitsuo Nakamura menyatakan bahwa meskipun metode Iqra berasal dari pegiat Muhammadiyah, gerakan Iqra sendiri dan tidak terkait dengan Muhammadiyah.
Di Indonesia, Taman Pendidikan Alquran (TPA/TPQ) sebenarnya mulai berkembang di akhir 1980-an. Dipelopori oleh Kyai Dahlan Salim Zarkasyi dari Semarang. Ia menemukan metode Qiroati dan menyebarluaskannya dengan mendirikan TK Alquran Mujawwidin di Semarang pada tahun 1986.
Kiai As’ad Humam sebelumnya mengajarkan Qiroati kepada anak-anak di Kotagede pada saat itu. Menurutnya, metode Baghdadi tradisional tidak efektif karena membutuhkan waktu sekitar dua hingga tiga tahun untuk menguasainya.
Sementara itu, metode Qiroati dianggap As’ad memiliki celah yang bisa disempurnakan. Akan tetapi, saran dari As’ad Humam ditolak oleh Kiai Dahlan Salim Zarkasyi karena menganggap metode Qiroati sudah baku.
Menemui jalan buntu, As’ad Humam pun berhenti mengajarkan Qiroati dan berusaha menemukan metode baru. Di bawah pohon jambu sebelah rumah, As’ad Humam terus mencari formula yang tepat.
Penemuan metode Iqra’ pun kemudian menjadikan menjadikan Kiai Dahlan Salim Zarkasyi merenggangkan persaudaraannya dengan Kiai As’ad Humam.
Setelah menemukan metode Iqra’, Kiai As’ad Humam dan Jazir Asp mendirikan TK Alquran AMM Yogyakarta pada 16 Maret 1986 dengan bantuan Tim Tadarus Angkatan Muda Masjid dan Mushola (AMM) Yogyakarta.
Dalam Buku Putih Pesantren Muadalah (2020), Ahmad Zayadi et al. menyatakan bahwa pendirian TK Alquran AMM mendapatkan momentum di masyarakat. Sehingga, mereka mendirikan Ta’limuq Quran Lil Aulad AMM, Taman Pendidikan Alquran AMM, dan kursus Tartilil Quran AMM.
Taman Kanak-kanak Alquran (TKA) untuk anak usia 4-6 tahun didirikan di rumahnya di Kampung Selokraman, Kotagede, tahun 1988.
Setahun kemudian, Taman Pendidikan Alquran (TPA) didirikan untuk anak usia 7-12 tahun. Iqro kemudian tersebar dengan cepat dan digunakan di banyak tempat.
Ditemukannya Iqro’ jauh memudahkan cara pembelajaran Al-Quran dasar menjadi lebih efektif dibandingkan dengan metode lama, seperti Baghdadiyah yang harus mengeja antara huruf, bunyi, dan harakat.
Berbeda dengan metode tersebut, Iqro yang terdiri dari enam jilid tidak lagi dieja, melainkan menyajikan cara baca dengan sistem (suku) kata.
Mula-mula dipilih kata-kata yang akrab dan mudah bagi anak-anak, seperti “ba-ta”, “ka-ta”, “ba-ja”, dan sebagainya.
Setelah itu dilanjutkan dengan kata yang lebih panjang, kemudian kalimat pendek, lalu mempelajari kata yang ada di dalam surat-surat pendek. Semuanya disajikan dengan sederhana sehingga yang belajar, terutama anak-anak bisa mudah mempelajarinya.
Metode Iqro’ kemudian menyebar pasca digelarnya Munas DPP BKPMI di Surabaya yang menjadikan TK Alquran dan metode Iqro’ sebagai program utama perjuangannya. Selain harga terjangkau, buku Iqro’ dapat diajarkan oleh siapapun dan otodidak sehingga buku ini semakin tak terkendali dan nyaris tidak terkontrol.
Setelah berbagai eksperimen Kiai As’ad Humam berhasil di Kotagede, sistem Iqro’ berkembang di Gresik dan Semarang.
Tahun 1988, metode Iqro’ mendapatkan pengakuan dari Menteri Agama sehingga didistribusikan secara nasional pada tahun 1992.
Bukan saja jaringan masjid dan Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama ikut berjasa dalam mengenalkan metode ini secara luas.