Jatengkita.id – Hadir dengan konsep film musikal seperti sekuel pertamanya, Film Petualangan Sherina 2 jadi rekomendasi tontonan nostalgic yang menghibur banget.
Aransemen ulang dan gubahan lirik lagu juga harmonis. Alhasil, musikalisasinya sukses menguarkan suasana riang gembira selama durasi sekitar 126 menit.
Penonton kembali diajak untuk ikut dalam petualangan Sherina dan Sadam setelah 23 tahun sejak film pertama diproduksi pada tahun 2000 lalu.
Hasil kolaborasi antara Mira Lesmana dan Riri Riza yang sebelumnya juga terlibat dalam proyek film Laskar Pelangi ini menyajikan nilai-nilai sinematik yang edukatif.
Di sekuel kedua ini, Sherina dan Sadam berpetualang bersama di hutan Kalimantan dalam program konservasi orangutan oleh sebuah LSM.
Khas dengan gaya sutradara dan produsernya, film ini mengangkat isu pinggiran yang jarang diperhatikan, yaitu perlindungan satwa langka. Topik ini menjadi kritik bagi pemerintah dalam regulasi perlindungan flora dan fauna di Indonesia.
Selain itu, film ini juga menjadi kampanye yang ditujukan untuk seluruh manusia agar bijaksana dalam memelihara binatang, bukan justru mengeksploitasi demi keuntungan pribadi.
Edukasi lain dari film ini adalah eksplorasi alam dan kekayaaan sumber daya Indonesia. Kalimantan Tengah menjadi objek yang ditampilkan sangat alamiah dan bersahabat.
Dibumbui dengan kisah persahabatan, Sherina dan Sadam mencoba menunjukkan soliditas dan pengendalian ego yang umumnya jadi tema dalam hubungan pertemanan.
Mereka sempat berselisih karena salah satu sangat mendominasi, merasa paling benar, tidak memberi kesempatan yang lain untuk ikut menyampaikan ide.
Namun, pada akhirnya perdebatan itu bisa diakhiri dan mereka kembali kompak untuk menangkap oknum yang mengoleksi hewan yang dilindungi.
Menilik kondisi anak-anak dan remaja di era sekarang, industri film Indonesia perlu menghadirkan kembali film semacam ini. Bukan malah fokus mengejar rating dan pendapatan.
Selain sebagai teman dan referensi, harapannya juga mampu menginternalisasi nilai-nilai moral manusia. Melatih kemandirian dan keberanian, dan mengedukasi melalui karya yang mudah diterima.
Hal ini diharapkan juga bisa meneguhkan identitas anak-anak dengan segala aspek yang meliputinya, bukan dewasa sebelum masanya akibat tontonan yang tidak memberi nilai guna.
Baca Juga Meski Takut, Mengapa Kita Suka Menonton Film Horor?