Review Film – Mencuri Raden Saleh: Mengokohkan Aset Negara

Foto : Pikiranrakyat.com

“Dia harus tahu, kalau kita juga bisa melawan,” – Piko (dalam Mencuri Raden Saleh)

Jatengkita.id – Menjadi bagian dari orang kecil (rakyat yang tidak punya kuasa) bukanlah kesalahan. Yang salah adalah menjadi lemah. Pun menjadi bagian dari pemuda dengan latar belakang banyak noda tidak berarti tak ada harapan, justru sangat mungkin menjadi titik tolak untuk menjadi baik dan bernilai.

Mencuri Raden Saleh telah dirilis sejak 25 Agustus lalu dan berhasil mencuri atensi penikmat film Indonesia. Hadir dengan genre heist (yang tak banyak dijumpai dalam garapan sutradara tanah air), film ini sangat layak mendapat banyak apresiasi.

Menggandeng banyak aktor muda, Angga Dwimas Sasongko mengemas peristiwa pencurian aset negara dengan ketegangan, humor yang hidup, dan emosi penonton dengan sangat rapi dan menarik. Film Mencuri Raden Saleh ini “anak muda banget”, karena berhasil menggambarkan konflik yang dialami oleh pemuda bagaimana mereka menghadapi tuntutan kehidupan yang harus dijalani. Fresh and entertain.

Bermula dari ketidaksengajaan, hobi dan keahlian para pemuda membawa mereka dalam sebuah kesempatan besar (yang mereka artikan bisa memperbaiki kondisi kehidupan). Cerita ini dilatar belakangi oleh persoalan sosial internal, dimana keenam anak muda mencoba mencari peruntungan dengan menduplikasi sebuah lukisan bersejarah yang memiliki harga fantastis.

Dalam prosesnya, mereka menjadi kambing hitam aksi balas dendam mantan Presiden dan terjebak dalam skandal kriminal. Dibekali bermacam-macam keterampilan, pemuda-pemuda ini menunjukkan protes perlawanan melalui cara “pengembalian hasil karya” dengan strategi kuno namun menggebu-gebu (khas anak muda) dan nothing to lose.

Terlepas dari bagaimana otak-atik film yang sangat memukau ini, Mencuri Raden Saleh menyimpan pesan yang banyak ditujukan untuk golongan muda. Kita yang tidak akrab dengan karya seni mungkin akan asing dengan Raden Saleh dan lukisan apa saja yang telah ia gambar di kanvasnya. Karenanya, munculah keingintahuan untuk mendalami apa yang menjadi keistimewaan lukisan tersebut sampai menjadi objek utama sebuah judul layar kaca. Tentu kita mendapat wawasan baru dan teredukasi oleh sejarah. Bahwasanya, lukisan Raden Saleh berjudul “Penangkapan Pangeran Diponegoro” merupakan karya tandingan atas lukisan Nicolaas Pieneman berjudul “Penyerahan Pangeran Diponegoro”.

Lukisan versi Belanda menggambarkan bagaimana Pangeran Diponegoro dan pribumi kalah tanpa perlawanan. Menganggap bahwa lukisan tersebut mentransformasi sejarah, Raden Salah menggambarkan realitanya dengan menampilkan kegagahan Pangeran Diponegoro dalam melawan penindasan Koloni Belanda yang angkuh.

Dengan mengetahui sejarah ini, pemuda diajak untuk turut serta dalam perlindungan aset negara. Apalagi ini adalah sebuah karya seni dengan nilai sejarah tinggi yang menggambarkan kondisi perjuangan memperebutkan kemerdekaan. Hal ini sekaligus menggelorakan kembali jiwa nasionalisme generasi Indonesia.

Konsep perlawanan ini juga direplika oleh Piko dan geng kecilnya untuk menantang seorang mantan Presiden yang masih memiliki banyak kuasa dan koneksi. Bentuk perlawanan ini dilakukan semata-mata karena telah meremehkan pemuda dengan menjebak dan mengkhianati komitmen awal soal lukisan Raden Saleh. Dengan mengolaborasikan keahlian masing-masing, geng dadakan ini berhasil merebut lukisan yang asli ditambah dengan bonus lukisan berharga lainnya.

Mengemban gelar pemuda adalah sebuah tanggung jawab besar. Sebagai generasi Indonesia, kita juga berperan membantu negara untuk membangun dan memelihara peradaban bangsa. Peran-peran kepemimpinan dan keteladanan harus dijalankan. Kita perlu membekali diri dengan banyak wawasan dan asupan rohani, dan bijak menggunakan akal dengan tetap pada koridor kebaikan.

Bilamana negara semakin menekan melalui kebijakan yang tak berpihak pada hajat hidup rakyatnya, semoga idealis seorang pemuda tetap kokoh dalam upaya pengawalan. Aset berharga sebuah bangsa adalah pemuda. Dan aset berharga seorang pemuda adalah idealismenya.

Ditulis oleh : Sahri Annisa, Movie Lovers.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *