SEMARANG, Jatengkita.id – Agustus menjadi bulan yang istimewa untuk kita. Karena di bulan Agustus kita memperingati Kemerdekaan Indonesia. Pada tahun ini, Indonesia berulang tahun ke-77. Peringatan kali ini mengambil tema “Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat”. Mulai dari awal bulan Agustus kemarin sudah banyak yang bersuka ria mulai dari memasang bendera merah putih, sampai kerja bakti di kalangan RT RW dalam menghias lingkungan, dan menyusun rangkaian lomba yang akan memeriahkan HUT RI ke-77 tahun 2022 ini.
Membayangkan kemeriahan tahun ini memang hal yang menarik terutama untuk kalian yang masih sekolah, karena biasanya di sekolah juga diadakan perlombaan yang meriah, bukan hanya kemeriahan yang perlu kita rayakan. Menilik kembali mengenai peristiwa sejarah masa lalu juga penting untuk kita pahami, semangat perjuangan dan kegigihan untuk menjadikan negara tercinta ini merdeka hingga sekarang.
Sering kita dengar petikan nasehat Ir.Soekarno “Bangsa yang hebat adalah yang mengenal dan tak pernah melupakan sejarah bangsanya.” Yuk! Lanjut kita cari tahu bangunan yang menjadi saksi bisu sejarah terutama di Jawa Tengah ini :
- Gedung ‘1850’
Berlokasi di jalur pantura sekitar 5 menit dari stasiun Pekalongan ini menjadi saksi dari peristiwa 3 Oktober 1945 di Pekalongan, bagaimana perjuangan merebut kemerdekaan, ditemukannya banyak jasad korban dari pertikaian dan kengerian Jepang kala itu. Akibat dari terjadinya perebutan kekuasaan oleh masyarakat Pekalongan dengan Jepang yang masih ingin mempertahankan status quo.
Setelah terdengar pembacaan naskah proklamasi dan diputarkan sepanjang waktu lagu Indonesia Raya via radio, masyarakat pekalongan masih biasa – biasa saja, sampai akhirnya menjadi berita besar yang menghebohkan masyarakat. Sehingga mereka sepakat ingin melakukan perundingan dengan Jepang pada 3 Oktober 1945, Jepang yang tidak terima kemudian melakukan penembakan, sehingga banyak korban berjatuhan.
Kesepakatan Jepang dan masyarakat Pekalongan tetap tak dapat dilakukan dengan jalan damai, sehingga pada kala itu dua orang pemuda pekalongan mengibarkan bendera merah putih diatas markas Jepang.
- Benteng Willem I (Benteng Pendem Ambarawa)
Benteng yang Berlokasi di Ambarawa, Kabupaten Semarang ini merupakan bangunan bawah tanah yang diinisiasi dari gagasan Van Der Bosch Belanda akibat adanya Revolusi Belgia tahun 1830. Sehingga ia menginginkan memiliki pertahanan yang kuat di daerah Ambarawa, sehingga benteng ini selesai dibangun pada tahun 1850.
Benteng ini merupakan salah satu bangunan peninggalan Belanda yang memiliki peran penting untuk barak militer yang terhubung dengan Magelang-Yogyakarta-Semarang melalui jalur kereta api. Namun sayangnya pada 1865 dan 1872 karena adanya gempa bumi, benteng ini tidak aman lagi bagi prajurit. Sehingga mereka harus berpindah keluar benteng. Hal ini disebabkan adanya kesalahan desain bangunan. Sehingga kemudian benteng ini ditinggalkan oleh para prajurit Eropa dari Belanda.
Saat masa kependudukan Jepang, benteng ini difungsikan kembali sebagai tempat ditawannya orang – orang Eropa yang dicuriga membangkan terhadap pemerintahan Jepang. Para tawanan hanya diberikan kebutuhan makan yang menyedihkan hanya berupa jagung yang sering dimasak tidak sampai matang untuk pagi dan siang hari, kemudian makan malam hanya berupa nasi dan sayur yang sedikit. Kini benteng pendem ini sebagian masih difungsikan untuk Lembaga Permasyaraktan Kelas II A Ambarawa.
- Mimbar Masjid Besar Kauman Semarang
Jika pada umumya mimbar hanya sebagai tempat khotib berkhutbah, ada yang berbeda dengan sejarah mimbar Masjid Besar Kauman ini, tepatnya pada hari Jumat seorang pengurus yakni dr. Agus, bergegas dengan cepat masuk ke dalam masjid saat akan diadakan ibadah sholat Jumat.
Beliau berlari setelah mendengarkan pengumuman proklamasi melalui radio gelap pukul 10.00 pagi tadi. Sehingga beliau sesegera mungkin menjelang sholat untuk berdiri diatas mimbar dan mengumumkan bahwa Indonesia telah merdeka dihadapan para jamaah masjid.
Namun sangat disayangkan, karena Jepang mengetahui bahwa dr. Agus ikut menyuarakan adanya kemerdekaan, sehingga tentara Jepang mengepung masjid saat itu yang berakhir pada wafatnya dr. Agus dan munculnya peristiwa lima hari di kota Semarang. Ir. Soekarno kemudian datang ke masjid tersebut pada 1950 dan menyampaikan rasa terima kasih karena masjid tersebut menjadi salah satu bangunan bersejarah untuk Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.