Jatengkita.id – Aksi demo di Indonesia yang terjadi sejak Senin (25/08/2025) berubah menjadi kericuhan. Banyak pendemo yang justru melakukan tindakan anarkis, merusak fasilitas umum, hingga melakukan penjarahan ke kediaman pribadi beberapa pejabat publik.
Parahnya, kerusuhan tersebut terjadi tidak hanya di satu lokasi, namun hingga beberapa daerah di Indonesia. Bahkan aksi tersebut masih akan terus berlangsung di beberapa daerah hingga September.
Aksi yang awalnya memprotes soal tunjangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ini meluas ke berbagai aspek. Melansir dari Tempo.co, unjuk rasa yang berlanjut pada hari Kamis (28/08/2025) ini membawa tuntutan berkaitan dengan pengesahan RUU Perampasan Aset dan RUU Ketenagakerjaan.
Klimaks terjadi pada malam harinya yang dipicu oleh meninggalnya seorang driver ojek online, Affan Kurniawan (21) lantaran dilindas mobil Rantis Brimob. Pada hari Jumat (29/08/2025), eskalasi memuncak yang menyebabkan bentrok antara massa aksi dengan aparat keamanan.
Unjuk rasa kemudian meluas ke berbagai daerah, seperti Makasssar, Surabaya, Semarang, dan beberapa daeral lainnya. Para pendemo melakukan pembakaran mobil dinas pejabat, gedung DPRD, bahkan mengerikannya hingga pembakaran fasilitas umum seperti halte dan stasiun.
Di Jawa Tengah sendiri, beberapa daerah melakukan aksi anarkis yang menyebabkan beberapa kerusakan. Di Semarang, mobil dinas di gedung DPRD dirusak. Di Grobogan, gedung DPRD dan Polsek turut diporak-poranda. Situasi di Kebumen dan Jepara juga memanas. Belum lagi di daerah lainnya.
Gejolak yang terjadi salam aksi tidak bisa dikondisikan. Polisi menembakkan gas air mata untuk mengondusifkan pendemo. Banyak berjatuhan korban yang mereka terdiri dari berbagai unsur, seperti buruh, petani, mahasiswa, hingga pelajar sekolah.
Akibat kondisi keos tersebut, banyak postingan di media sosial yang meminta peserta aksi untuk kembali ke rumah karena kondisi sudah tidak aman. Selain itu, beredar pula himbauan untuk berhati-hati terhadap upaya-upaya provokasi yang dilakukan oleh sekelompok orang yang memiliki kepentingan.
Demonstrasi yang terjadi di Indonesia ini menarik sorotan media global seperti CNN, Aljazeera, The Strait Times (Singapura), dan lainnnya. Banyak kedutaan besar yang menghimbau warganya untuk menjaga keselamatan dan menjauhi area bahaya.
Sementara itu, di era kecanggihan teknologi, pencerdasan dari dan kepada netizen Indonesia menjadi salah satu daya tarik tersendiri. Pengamat dan mahasiswa beramai-ramai menekankan untuk tetap fokus pada tuntutan awal dan pada narasi perjuangan yang dibawa selama unjuk rasa.
Hal ini penting untuk menghindari upaya provokasi yang bisa membelokkan tujuan awal. Hati-hati terhadap upaya-upaya yang pembenturan yang korbannya adalah rakyat.
Tujuan aksi bukan untuk menimbulkan kerusakan, tapi untuk mencapai tujuan yang berkeadilan atas nama rakyat. Demo silakan, tapi tetap beradab dan dalam batas.

Ketika Amarah Rakyat Memuncak
Aksi yang terjadi bertepatan dengan bulan kemerdekaan Indonesia bukan tanpa sebab, namun merupakan sebuah puncak kemarahan rakyat Indonesia kepada para pejabat publik. Masyarakat setiap bulannya selalui dihantui keresahan di tengah sulitnya bertahan hidup. Banyak isu yang digelorakan.
Para guru yang harus berjuang dengan sistem pendidikan dan gaji yang pas-pasan, tiba-tiba berubah menjadi beban negara akibat pernyataan yang tidak bisa dikondisikan. Padahal, mereka adalah sosok-sosok yang berjuang memenuhi amanat UUD 1945 untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Di saat rakyat hidup dalam bayang-bayang kemiskinan, PHK merajalela, kesulitan lapangan kerja, dan beban pajak yang harus dipikul, muncul wacana kenaikan tunjangan bagi anggota DPR. Sementara para koruptor masih berkeliaran tidak mendapat hukuman.
Rakyat bukan mainan, yang bisa diombang-ambingkan dalam uji coba kebijakan. Rakyat bukan kasta rendahan yang bisa terus diperah dan diremehkan. Ketika sudah pada puncaknya, rakyat akan menuntut pada apa yang harusnya menjadi hak mereka.
Dalam demokrasi yang dijunjung tinggi, suara rakyat adalah suara Tuhan. Mereka yang mengemban amanah rakyat harus bertanggung jawab sesuai peran dan fungsinya dalam memperjuangkan keadilan.
Jika pejabat dalam bertutur bahasa saja tidak beradab, lalu apa yang mau diteladankan pada rakyat? Rakyat membutuhkan pejabat yang siap membersamai dalam jurang keputusasaan, bukan pejabat yang melarikan diri atau malah bersuka ria di atas penderitaan.
Follow akun instagram Jateng Kita untuk informasi menarik lainnya!