Jatengkita.id – Jalanan merupakan salah satu fasilitas umum dimana setiap orang berhak menggunakannya. Ada aturan yang perlu ditaati dan etika berkendara yang harus dijaga. Jangan sampai kita melakukan hal-hal yang bisa merugikan orang lain.
Klakson adalah contoh paling umum. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, klakson adalah alat (berupa trompet) yang dibunyikan dengan listrik pada mobil atau kendaraan bermotor lain, digunakan sebagai tanda peringatan akan keberadaan kendaraan tersebut.
Orang sangat mudah menggunakan klakson dan jelas mengabaikan bagaimana perasaan pengendara lain. Hal ini terasa sepele, tapi dapat memicu perdebatan yang berujung kriminal. Belum lagi kebisingan yang ditimbulkan juga sangat menganggu kenyamanan area sekitar.
Misalnya, di lampu lalu lintas yang macet, klakson bersahut-sahutan padahal lampu masih merah. Apakah para pengendara itu memperingatkan benda mati?

Kondisi macet itu sebenarnya mengajarkan setiap pengendara untuk belajar tertib dan sabar. Ada hak pengendara lain yang harus dihormati juga. Dan setiap jalur akan ada jatahnya sendiri untuk lewat secara bergantian. Bukankah kita sama-sama membayar pajak?
Atau saat ada yang menggunakannya secara barbar (terus-menerus atau panjang) saat menyalip dengan kencang. Hal itu bisa membuat pengendara di depannya terburu-buru dan hilang fokus. Tentu berbahaya bila sampai terjadi kecelakaan.
Klakson yang awalnya berfungsi sebagai peringatan bahwa akan ada kendaraan yang lewat atau menyalip, kini beralih fungsi. Penggunaannya dimaknai sebagai perintah untuk minggir. Parahnya, ada yang menggunakannya karena marah.

Terkait hal itu, Pemerintah sudah mengatur penggunaan klakson yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dalam pasal 48 ayat (3) poin b menyebut tentang kebisingan suara. Kemudian, dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 tahun 2012 pasal 69 mengatur batas terendah suara klakson adalah 83 desibel, sementara batas tertingginya 118 desibel.
Lebih lanjut, dalam PP nomor 43 tahun 1993 tercantum beberapa hal yang boleh dan dilarang berkenaan dengan fitur-fitur isyarat bunyi klakson, yaitu :
- Isyarat peringatan dengan bunyi yang berupa klakson dapat digunakan apabila :
a) diperlukan untuk keselamatan lalu lintas;
b) melewati kendaraan bermotor lainnya. - Isyarat peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilarang digunakan oleh pengemudi :
a) pada tempat-tempat tertentu yang dinyatakan dengan rambu-rambu;
b) apabila isyarat bunyi tersebut mengeluarkan suara yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor.
High Beam
High beam atau lampu tembak atau dim atau lampu jarak jauh adalah salah satu fitur yang dimiliki setiap motor. Pengendara menyalakan lampu jarak jauh harus sesuai kebutuhan. Etika berkendara yang bisa diterapkan diantaranya adalah sebagai berikut.
- Menyalakan saat hujan lebat
Tak banyak pengendara yang menurunkan kecepatan saat terjadi hujan deras. Maka dari itu, perlu ada peringatan lewat lampu dim bahwa ada kendaraan yang juga sedang berlintas. - Kondisi berkabut
Jarak pandang saat kondisi berkabut tentu menjadi sangat pendek. Penglihatan terganggu dan membutuhkan penerangan yang cukup agar bisa berkendara sesuai jalur. Oleh karena itu, dibutuhkan bantuan lampu sorot. - Area gelap yang minim penerangan
Saat melintasi area yang hanya diterangi sedikit lampu, kita boleh menyalakan lampu jarak jauh untuk membantu penglihatan. Namun lampu harus segera diubah ke lampu utama saat berpapasan dengan kendaraan yang ada di depan. - Jalan berliku dan menanjak
Saat berkendara di jalan yang berliku dan menanjak, kita boleh menyalakan lampu dim sebagai pertanda. Biasanya kendaraan lain tidak bisa melihat. Dengan memberikan pertanda, mobil yang barada di depan akan mengurangi kecepatan. - Bila di jalan raya, lampu jauh bisa digunakan saat akan menyalip kendaraan lain
Cara ini bisa digunakan sebagai kode bagi kendaraan yang akan kita salip atau kendaraan di depannya. Hal ini dimaksudkan sebagai peringatan agar bisa saling berhati-hati.

Namun, masih banyak pengendara yang kurang bijak. Lampu tembak bisa menyebabkan kebutaan sementara. Kondisi penglihatan orang juga berbeda, ada yang tidak toleran dengan cahaya silau. Kendaraan dengan lampu tembak dapat memancarkan cahaya paling sedikit 100 meter ke arah depan.
Masih berdasarkan PP nomor 55 tahun 2012, ketentuan daya pancar sinar utama adalah tidak lebih dari nol derajat tiga puluh empat menit ke kanan dan satu derajat nol sembilan menit ke kiri. Pemasangan lampu dalam posisi yang tidak melebihi 1,3% persen dari selisih antara ketinggian arah sinar lampu pada saat tanpa muatan dan pada saat bermuatan.
Berbeda dengan negara maju, kendaraan di Indonesia tergolong sangat banyak dan padat. Setiap hari kita diakrabi dengan polusi suara dan malam harinya polusi cahaya. Etika berkendara membelajarkan kita untuk bisa saling menghargai orang lain. Dengan adanya aturan yang telah dibuat, kita sebenarnya diarahkan menjadi negara yang tertib dan disiplin.
Baca juga : Ucapan Prabowo Dinilai Merendahkan Etika Berdemokrasi
Rekomendasi untuk anda : Begini Etika Menyalakan Lampu Dim Mobil