Sejarah Kain Sarung dan Perkembangannya di Indonesia

Kain Sarung
Sejarah Sarung di Indonesia (FOTO: uinsgd.ac.id)

Jatengkita.id –  Tahukah kalian, Kain sarung tidak hanya digunakan sebagai kain yang dipakai laki-laki saat sholat saja. Ternyata pada zaman dahulu, sarung digunakan untuk melawan penjajahan lho!

Sebelum membahas lebih lanjut bagaimana sarung bisa digunakan dalam melawan penjajahan, mari kita kenali dulu apa itu sarung.

Yuk Kenalan dengan Sarung-Sarung Khas Indonesia! - Inibaru Indonesia

Sarung merupakan sejenis kain panjang dan lebar yang digunakan untuk menutupi bagian tubuh tertentu, seperti pinggang, pinggul, atau seluruh tubuh, tergantung pada budaya dan kegunaannya.

Biasanya sarung terbuat dari bahan yang ringan dan mudah menyerap keringat, seperti katun, rayon, atau sutera. Namun, ada juga sarung yang terbuat dari bahan yang lebih tebal seperti wol atau polyester, tergantung pada kegunaan dan preferensi pengguna.

Asal Usul Sarung

Sarung muncul pertama kali di Indonesia pada abad ke-14 dibawa serta diperkenalkan oleh para peagang dari Arab dan India yang singgah di Indonesia. Pada kala itu sarung merupakan identitas serta pelengkap berbusana bagi para laki-laki.

Kalangan pribumipun tertarik dengan sarung yang dibawa oleh para pedagang Arab tersebut, hal ini dikarenakan bentuknya yang fleksibel.

Masuknya sarung ke Indonesia bertepatan dengan penjajahan Belanda, hingga pada akhirnya sarung dijadikan sebagai symbol perjuangan melawan gaya busana budaya barat.

Golongan yang paling konsisten dalam menggunakan sarung adalah santri yang juga menandakan identitas rakyat tanah air dalam melawan penjajahan Belanda.

Kala itu masyarakat santri merupakan golongan masyarakat yang paling konsisten menggunakan sarung. Pada saat kaum nasionalis abangan hampir meninggalkan sarung dan menggantinya dengan celana formal yang dianggap lebih praktis dan modern.

Sikap konsisten penggunaan sarung juga dijalankan oleh salah seorang pejuang yaitu KH Abdul Wahab Hasbullah, seorang tokoh penting di Nahdhatul Ulama (NU). Suatu ketika, Wahab pernah diundang Presiden Soekarno ke Istana.

KH Abdul Wahab Hasbullah: Pendiri dan Penggerak NU

Protokol kepresidenan menuntutnya untuk berpakaian formal lengkap dengan jas dan dasi. Namun, ia hadir memang menggunakan jas tetapi bawahannya sarung dalam momen menghadiri upacara kenegaraan. Padahal biasanya orang mengenakan jas dilengkapi dengan celana panjang.

Sebagai seorang pejuang yang sudah berkali-kali terjun langsung bertempur melawan penjajah Belanda dan Jepang, Abdul Wahab tetap konsisten menggunakan sarung. Hal tersebut juga sebagai simbol perlawanannya terhadap budaya Barat. Ia ingin menunjukkan harkat dan martabat bangsanya yang tinggi di hadapan budaya barat.

Seiring dengan perkembangan waktu, walaupun sarung bukan asli dari Indonesia namun sangat identic dengan muslim di Indonesia.

Sarung dinilai memiliki nilai kesopanan yang cukup tinggi hingga mulai digunakan untuk busana beribadah yang dipadukan dengan baju koko dan peci.

Tak hanya digunakan untuk beribadah saja, Sarung memiliki berbagai cara penggunaan yang berbeda tergantung pada tradisi budaya dan kebiasaan lokal.

Di beberapa tempat, sarung digunakan sebagai pakaian sehari-hari untuk pria dan wanita, sementara di tempat lain, sarung dipakai sebagai pakaian tradisional untuk acara-acara khusus atau upacara adat.

Sejarah Sarung: Perlawanan Santri terhadap Kebudayaan Eropa | ERAKINI.ID

Selain itu, sarung juga bisa digunakan sebagai alas tidur, selimut, atau penutup meja tergantung pada kebutuhan dan preferensi individu.

Dengan beragam motif dan fungsi yang dimilikinya, sarung tidak hanya menjadi bagian penting dari pakaian tradisional, tetapi juga menjadi simbol identitas budaya dan kebanggaan nasional bagi banyak masyarakat di seluruh dunia.

Kini sarung dilirik sebagai salah satu item fashion masa kini dan digunakan dalam pakaian sehari-hari.

Kain Sarung memiliki beragam corak, warna, dan desain yang mencerminkan budaya dan tradisi setempat di berbagai negara.

Beberapa sarung dihiasi dengan motif tradisional yang khas, sementara yang lain memiliki pola modern dan kontemporer.

Selain itu, sarung juga sering kali dihiasi dengan bordir, payet, atau sulaman untuk menambahkan sentuhan keindahan dan keanggunan.

Kemudian pada tanggal 3 Maret ditetapkan sebagai hari sarung Nasional oleh Presiden Joko Widodo pada tahun 2019 lalu.

Baca Juga Tari Gambyong Mejeng di Uang Goceng, Ini Sejarahnya! 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *