Cerita Indonesia dalam Pusaran Drama All England

Pemain tunggal putra Indonesia, Jonatan Christie
Jonatan Christie merebut gelar juara turnamen bulu tangkis All England 2024 (FOTO : Humas PP PBSI)

Jatengkita.id – Menengok sekilas All England 2021, kontingen Indonesia diusir dari arena pertandingan dengan cara yang tidak baik oleh penyelenggara. Atlet diminta mundur dari turnamen dengan alasan satu pesawat dengan penumpang yang terinveksi Covid-19.

Padahal, hasil SWAB/PCR menunjukkan semuanya negatif. Bahkan para atlet juga sudah  melakukan isolasi mandiri 10 hari dan tes kembali sebelum pelaksanaan turnamen, dan dinyatakan negatif.

Para atlet juga sudah mendapatkan vaksinasi tahap dua saat sebelum berangkat. Hal yang membuat Indonesia berang adalah adanya perlakuan yang tidak sama dengan negara lainnya dan BWF dalam hal ini sebagai stakeholder turnamen All England hanya diam dan tidak berbuat apa-apa.

Pihaknya mengaku tidak berhak membuat keputusan dan hanya bisa menerima kebijakan yang diberlakukan oleh pemerintah Inggris.

Insiden tersebut menyebabkan netizen Indonesia beramai-ramai meminta penjelasan BWF dan seperti biasa menggaungkan fenomena ini di media sosial. Begitulah bagimana insiden ini viral di dunia maya.

Kini, All England 2024 menuai banyak kritik dan akhirnya menyeret BWF lagi. Sejak hari pertama hingga hari terakhir turnamen, banyak sekali atlet mengeluhkan adanya flash dari penonton.

Tak segera berbenah, penyelenggara maupun BWF nyatanya tidak tegas dalam menindak pelanggaran ini. Insiden tersebut merugikan banyak pemain, diantaranya Gregoria Mariska Tunjung (INA), Victor Axelsen, dan Lee Zi Jia (MAS).

Terhalau Sinar Flash Kamera, Gregoria Mariska Gagal Melaju ke Semifinal All  England 2024

Jorji (sapaan akrab Gregoria) menjadi atlet yang merasa paling dirugikan. Dalam pertandingan babak perempat final melawan Akane, ia beberapa kali mengeluhkan adanya flash yang mengganggunya.

Berjalan di babak ketiga, saat itu poin kritis 20-18 untuk keunggulan Akane. Jorji tiba-tiba berhenti saat bola servis sudah ia terima. Ia kemudian mengajukan protes karena ada flash, namun wasit tidak menerimanya.

Menurut Komentator Badminton Senior, Yuni Kartika, pemain memang tidak diperbolehkan menghentikan permainan begitu saja meskipun ada flash camera yang mengganggu. Dengan demikian, keputusan wasit bisa dianggap benar.

Pemain harusnya tetap bermain dan apabila merasa belum nyaman, Jorji bisa menyampaikan interupsi kepada wasit lebih dulu sebelum menerima servis lawan.

Selain persoalan flash, All England juga disorot karena kebijakan beberapa wasit atau line judges yang dirasa kurang tepat. Salah satu yang paling santer adalah saat pertandingan tunggal putra di babak perempat final yang mempertemukan Ginting dengan Axelsen.

Ginting dan Jonatan Kompak Tembus Semifinal All England 2024 - Suara  Surabaya

Keputusan tersebut terjadi di poin kritis, sehingga menimbulkan protes dan aksi marah-marah Axelsen. Wasit tidak menyatakan fault pada pukulan Ginting yang dianggap Axelsen shuttlecock belum menyeberang areanya dan raket Ginting  menyentuh net.

Namun, ia tetap  sportif dengan menerima keputusan wasit dan dengan sedikit bercanda mengajak Ginting untuk menganalisis hasil pertandingan. Ia memintanya menraktir kopi apabila dari hasil review terbukti raket Ginting menyentuh net.

Dari kejadian-kejadian seperti di atas, BWF ke depannya harus menegaskan regulasi yang adil dan tegas, sehingga tidak ada atlet atau pihak lain yang dirugikan.

Baca Juga Bawa Dua Gelar, Indonesia Juara Umum di All England

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *