Jatengkita.id – Reklamasi Pantai Marina Semarang pada tahun 2025 menjadi salah satu proyek pembangunan pesisir yang menyita perhatian masyarakat. Proyek ini bertujuan untuk mengembangkan kawasan pesisir menjadi lebih produktif dan menarik dari segi ekonomi maupun pariwisata.
Salah satu pengembangan utama adalah pembangunan pusat perbelanjaan ikonik Mal 23 Semarang yang direncanakan berdiri di atas lahan seluas 6 hektar. Selain itu, reklamasi ini juga mencakup perluasan lahan untuk pengembangan fasilitas publik, ruang terbuka hijau, dan potensi investasi lainnya.
Dengan lokasinya yang strategis di dekat Bandara Ahmad Yani dan Pelabuhan Tanjung Mas, kawasan Pantai Marina diproyeksikan menjadi pusat ekonomi baru di Semarang.
Pembangunan yang memasuki tahap akhir ini telah melalui proses panjang, meski tidak terlepas dari kontroversi dan tantangan, terutama terkait dampak lingkungan dan sosial.
Sebagai bagian dari proses reklamasi, pemerintah daerah bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk investor swasta dan pakar lingkungan, guna memastikan proyek ini berjalan sesuai standar keberlanjutan.
Kajian mengenai dampak ekologis dilakukan untuk menilai bagaimana reklamasi ini memengaruhi dinamika pesisir, termasuk arus laut dan sedimentasi.
Berdasarkan laporan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), proyek reklamasi harus mematuhi aturan ketat terkait Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan kompensasi lingkungan bagi wilayah terdampak.
Pengertian Reklamasi dan Kebijakan yang Mengaturnya
Reklamasi adalah proses memperluas atau mengubah wilayah perairan, seperti laut, danau, atau sungai, menjadi daratan untuk tujuan pembangunan.
Reklamasi biasanya dilakukan dengan cara menimbun perairan dengan material tanah, pasir, atau bebatuan guna menciptakan lahan baru yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan.
Di Indonesia, reklamasi diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Pertama, Undang-Undang nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Kedua, Peraturan Presiden nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Ketiga, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 25 Tahun 2016 tentang Perizinan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Contoh reklamasi besar yang pernah dilakukan di Indonesia adalah pembangunan pulau-pulau reklamasi di Teluk Jakarta, seperti Pulau D dan Pulau G.
Meski awalnya direncanakan sebagai kawasan elit yang memadukan perumahan, bisnis, dan fasilitas publik, proyek tersebut menghadapi berbagai persoalan hukum dan protes dari masyarakat terkait dampaknya terhadap lingkungan dan nelayan tradisional.

Sejarah Pembangunan dan Upaya Reklamasi Pantai Marina Semarang
Upaya reklamasi Pantai Marina Semarang bukanlah hal yang baru. Sejarah pembangunan kawasan ini dapat ditelusuri kembali ke tahun 1990-an ketika pemerintah daerah mulai mengembangkan kawasan pesisir untuk tujuan pariwisata dan ekonomi.
- 1990-an
Pemerintah Kota Semarang mulai melakukan upaya reklamasi di Pantai Marina dengan tujuan utama sebagai kawasan wisata dan hunian. Namun, proyek ini menghadapi tantangan besar, termasuk abrasi, banjir rob, serta belum adanya regulasi yang jelas mengenai reklamasi pesisir.
- 2000-an awal
Beberapa proyek reklamasi skala kecil mulai dilakukan, tetapi mengalami kendala teknis dan sosial, termasuk keberatan dari masyarakat dan dampak lingkungan yang kurang diperhitungkan. Kawasan ini mulai mengalami penurunan kualitas lingkungan akibat abrasi yang semakin parah.
- 2010-an
Perubahan iklim dan kenaikan permukaan air laut memperburuk kondisi kawasan pesisir Semarang. Beberapa upaya revitalisasi dilakukan untuk mengurangi dampak rob, termasuk pembangunan tanggul dan sistem drainase.
Tetapi, reklamasi dalam skala besar masih tertunda karena perdebatan mengenai dampak lingkungannya.
- 2023
Pemerintah Kota Semarang akhirnya mencapai kesepakatan dengan PT Indo Perkasa Utama (IPU) untuk melanjutkan proyek reklamasi Pantai Marina.
Kesepakatan ini mencakup berbagai aspek, termasuk mitigasi dampak lingkungan, pembangunan infrastruktur penunjang, serta kompensasi bagi masyarakat terdampak.
- 2025
Reklamasi Pantai Marina telah memasuki tahap akhir dengan fokus pada penyelesaian fasilitas publik dan pusat perbelanjaan.
Seiring berjalannya waktu, proyek reklamasi ini semakin berkembang dengan berbagai inovasi, seperti penerapan teknologi ramah lingkungan untuk mengurangi dampak negatif terhadap ekosistem laut.
Dua Sudut Pandang : Pro dan Kontra Reklamasi Pantai Marina

- Sudut Pandang Pro
Pendukung reklamasi berpendapat bahwa proyek ini dapat meningkatkan perekonomian daerah dan membuka peluang investasi baru.
Dengan adanya pusat perbelanjaan, ruang terbuka hijau, serta fasilitas publik lainnya, kawasan Pantai Marina diharapkan mampu menarik wisatawan dan menjadi pusat ekonomi baru. Selain itu, reklamasi dianggap sebagai solusi untuk mengatasi keterbatasan lahan di kawasan perkotaan.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Semarang, sektor pariwisata dan perdagangan mengalami peningkatan pesat dalam lima tahun terakhir, sehingga reklamasi diharapkan dapat menjadi stimulus tambahan bagi perekonomian lokal.
- Sudut Pandang Kontra
Di sisi lain, kelompok yang menentang reklamasi menyoroti dampak negatifnya terhadap lingkungan. Perubahan pola arus laut dan potensi penurunan muka tanah menjadi perhatian utama.
Selain itu, reklamasi berisiko merusak ekosistem pesisir yang penting bagi kelangsungan hidup biota laut dan mata pencaharian nelayan setempat.
Berdasarkan penelitian dari Institut Teknologi Bandung (ITB), proyek reklamasi yang tidak diimbangi dengan upaya mitigasi lingkungan yang memadai dapat memperparah abrasi dan meningkatkan potensi banjir rob di Semarang.
Reklamasi Pantai Marina Semarang pada tahun 2025 mencerminkan upaya ambisius pemerintah dalam mengembangkan kawasan pesisir untuk meningkatkan perekonomian lokal. Namun, proyek ini juga menimbulkan tantangan besar, terutama terkait dampak lingkungan dan sosial.
Penting bagi kita untuk menyadari bahwa pembangunan yang berkelanjutan harus mengedepankan keseimbangan antara kepentingan ekonomi, lingkungan, dan masyarakat.
Reklamasi bukan sekadar soal menciptakan daratan baru, tetapi juga soal menjaga kelestarian lingkungan pesisir dan mempertahankan kesejahteraan masyarakat yang bergantung pada sumber daya laut.
Melalui dialog yang konstruktif antara pemerintah, masyarakat, dan ahli lingkungan, diharapkan solusi terbaik dapat ditemukan agar reklamasi Pantai Marina tidak hanya menjadi simbol kemajuan ekonomi, tetapi juga contoh pembangunan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Baca juga : Rekomendasi 9 Spot Instagramable Semarang untuk Konten Kreator