Jatengkita.id – Indonesia memiliki kekayaan sinema yang luar biasa dengan berbagai film yang tidak hanya menghibur tetapi juga menginspirasi dan menggugah emosi penonton. Dari drama mendalam hingga komedi segar, 10 film terbaik Indonesia sepanjang masa ini menampilkan keajaiban sinema Nusantara dalam berbagai genre.
Setiap film menawarkan cerita unik yang mencerminkan budaya, sejarah, dan kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini menjadikannya wajib ditonton bagi pecinta film di tanah air maupun internasional. Film-film ini bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga karya seni yang menyajikan pesan-pesan mendalam serta pemandangan visual yang memukau. Mereka telah mendapat pengakuan luas di festival-festival film internasional dan nasional, menunjukkan betapa tingginya kualitas produksi film Indonesia.
Mari kita telusuri 10 film yang telah mengukir sejarah dalam perfilman Indonesia, memberikan warna dan makna bagi industri kreatif kita.
- Basri dan Salma
Film berdurasi 15 menit ini telah ditayangkan sejak 14 Mei 2024, menawarkan kisah unik tentang sepasang suami istri, Basri dan Salma. Karya itu telah meraih apresiasi luar biasa di kancah internasional. Salah satunya menjadi film pendek Indonesia pertama yang tampil di Festival Film Cannes ke-76 pada tahun 2023.
Film ini menunjukkan bagaimana struktur keluarga yang didominasi oleh laki-laki sebagai kepala keluarga, seringkali mengharuskan perempuan untuk mengorbankan aspirasi mereka demi keluarga.
Meskipun perempuan saat ini telah mendapatkan peran lebih besar dalam masyarakat, sisa-sisa kultur patriarki masih mempengaruhi dinamika sosial, ekonomi, dan politik di Indonesia.
- Dua Ikan dan Sepiring Nasi
Film pendek ini berdurasi 26 menit dan diproduksi oleh Olen Saddha dan disutradarai oleh Bani Nasution. Dibintangi oleh Yusron Fadi, Eko Pecel, Dwi Windarty, dan penulis Fandi P.
Film Dua Ikan dan Sepiring Nasi (2020) sendiri menyuguhkan isu sensitif yang menuai beragam komentar di sosial media, seperti TikTok, X, dan Instagram. Berkisah tentang Wagini yang pulang ke rumah setelah dua tahun pergi. Saat pulang, Wagini dikejutkan dengan Rosman yang sedang memasak di dapur, serta Paimo, sang suami yang akan memanen ikan. Wagini dan Paimo terlibat perbincangan canggung sampai sebuah rahasia mengenai hubungan Paimo dan Rosman terungkap.
- Laut Memanggilku
Film pendek berdurasi 18 menit ini memiliki pesan mendalam. Tak heran jika Laut Memanggilku berhasil memenangkan penghargaan nasional dan internasional.
Laut Memanggilku disutradarai oleh Tumpal Tampubolon. Ia bersama Nara Nugroho menuliskan cerita tanpa banyak dialog yang diucapkan oleh kedua aktor. Mereka yaitu Muhammad Umar (Sura) dan Dikky Takiyudin (Argo).
Film berdurasi 17.29 menit ini mampu mengantarkan mereka memenangkan Sonje Award dalam Busan International Festival Film ( BIFF) pada Oktober 2021. Film ini menang dengan judul The Sea Calls For Me.
Tidak cukup sampai di situ, Laut Memanggilku juga dinobatkan sebagai film pendek terbaik dalam Piala Citra Festival Film Indonesia (FFI) Tahun 2021. Penghargaan tersebut membuat nama Tumpal Tampubolon semakin menyala. Ia semakin dikenal sebagai sutradara terbaik dalam ajang FFI.
- Ziarah
Film “Ziarah” (2016) berhasil membawa nama BW Purba Negara sebagai seorang penulis skenario, produser, sekaligus sutradara yang mampu mengharumkan nama bangsa. Film yang menempatkan seorang nenek berusia 95 tahun sebagai pemeran utamanya ini, bisa membawa pulang piala bergengsi di ajang ASEAN International Film Festival and Awards (AIFFA) 2017 di Malaysia. Adapun kategori yang dimenangkan adalah Best Screenplay dan Special Jury Award.
Film sepanjang 87 menit ini juga mendapatkan banyak apresiasi di rumahnya sendiri, seperti Nominasi Penulis Skenario di Festival Film Indonesia 2016 dan Nominasi Film Terbaik di Apresiasi Film Indonesia 2016. Selain itu juga Kompetisi Film di Jogja Netpac Asian Film Festival 2016. Film ini menjadi sajian layak tonton jika dilihat dari bagaimana kisah perjalanan dan pencarian makam suami ini bisa memikat banyak penghargaan.
- Just Mom
Diproduseri oleh Hanung Bramantyo, Just Mom sudah tayang di bioskop. Film ini merupakan kerjasama Dapur Film dan TWC Media yang sudah ditayangkan perdana di Jakarta Film Week 2021 pada 20 November 2021. Jajaran pemain utamanya adalah Christine Hakim, Ayushita, Ge Pamungkas, Niken Anjani, dan Toran Waibro.
Just Mom diangkat dari novel Ibu, Doa yang Hilang karya Bagas Dwi Bawono. Film yang diarahkan oleh sutradara Jeihan Angga ini menceritakan seorang ibu bernama Siti yang memiliki tiga anak, dua anak kandung dan satu anak adopsi.
- Kwarteleitjes
Diproduseri oleh Alfajri Candra, Hafizu Sandro film ini mengisahkan tiga anak menemukan granat di dalam tanah ketika mereka sedang berburu burung puyuh liar di hutan. Penemuan tersebut membuat mereka ketakutan, dan mereka berjanji untuk merahasiakannya agar tidak tertangkap oleh polisi.
- Langit Tak Berujung
Film berdurasi 23 menit ini diproduseri oleh Turion Kreatif, karya Vivi Helmalia Putri. Film pendek ini menceritakan tentang tokoh bernama Sulaiman yang sedang dihadapkan pada dilema. Ia harus memilih antara karir bermusiknya di Tim Kesenian Melayu Tanjab Timur atau keluarga kecil yang disayanginya.
- Sembunyik Gong
Film pendek milik Feranda Monica Aries berjudul Menenggelamkan Mata (2016) dan sempat tayang di 2017 Singapore International Film Festival. Menyajikan kecemasan sepasang pemuda yang mendapati suara warga lokal dibungkam terkait dampak negatif wacana reklamasi pesisir pantai Kota Makassar.
Ada pula film dokumenter berjudul 1880 MDPL (Riyan Sigit Wiranto dan Miko Saleh, 2016). Film ini mengetengahkan situasi dilematis berupa himpitan ekonomi sekelompok petani kopi di Desa Merah Jemang, Kecamatan Atu Lintang, Kabupaten Aceh Tengah.
Kualitas tanah garapan para penduduk transmigran yang merosot dengan cepat membuat mereka tak punya pilihan selain membuka lahan baru di kawasan hutan lindung demi upaya bertahan hidup.
- Sokola Rimba
Sokola Rimba adalah film drama biografi Indonesia yang dirilis pada 21 November 2013. Film ini dibintangi oleh Prisia Nasution dan Nyungsang Bungo.
Setelah hampir tiga tahun bekerja di sebuah lembaga konservasi di wilayah Jambi, Butet Manurung (Prisia Nasution) telah menemukan hidup yang diinginkannya. Ia mengajarkan baca tulis dan menghitung kepada anak-anak masyarakat suku anak dalam, yang dikenal sebagai Orang Rimba, yang tinggal di hulu sungai Makekal di hutan Bukit Duabelas.
Hingga suatu hari Butet terserang demam malaria di tengah hutan. Seorang anak tak dikenal datang menyelamatkannya. Nyungsang Bungo nama anak itu, berasal dari Hilir sungai Makekal, yang jaraknya sekitar 7 jam perjalanan untuk bisa mencapai hulu sungai, tempat Butet mengajar.
Diam-diam Bungo telah lama memperhatikan Ibu guru Butet mengajar membaca. Ia membawa segulung kertas perjanjian yang telah ‘dicap jempol’ oleh kepala adatnya. Sebuah surat persetujuan orang desa mengeksploitasi tanah adat mereka. Bungo ingin belajar membaca dengan Butet agar dapat membaca surat perjanjian itu.
Pertemuan dengan Bungo menyadarkan Butet untuk memperluas wilayah kerjanya ke arah hilir sungai Makekal. Namun keinginannya itu tidak mendapatkan restu baik dari tempatnya bekerja, maupun dari kelompok rombong Bungo yang masih percaya bahwa belajar baca tulis bisa membawa malapetaka bagi mereka.
Namun melihat keteguhan hati Bungo dan kecerdasannya membuat Butet mencari segala cara agar ia bisa tetap mengajar Bungo, hingga malapetaka yang ditakuti oleh Kelompok Bungo betul-betul terjadi. Butet terpisahkan dari masyarakat Rimba yang dicintainya.
- Laskar Pelangi
Laskar Pelangi adalah sebuah film drama Indonesia tahun 2008 yang disutradarai oleh Riri Riza dari skenario yang ditulis oleh Salman Aristo bersama Riri dan Mira Lesmana. Film ini diproduksi oleh Miles Films bersama Mizan Productions dan SinemArt dari adapatasi novel berjudul sama karya Andrea Hirata.
Film Laskar Pelangi mencetak rekor film Indonesia terlaris sepanjang masa dengan 4,6 juta penonton. Mengisahkan tentang Ikal (Zulfanny) anak asli Belitong yang berusaha keras mengejar mimpinya dengan bersekolah di salah satu SD yang hampir roboh bernama SD Muhammadiyah Gantong.
Tahun 1974, Ikal kecil bersama ayahnya (Mathias Muchus) pergi ke sekolah SD Muhammadiyah Gantong untuk mendaftarkan Ikal disana. Sekolah tersebut diajarkan oleh Pak Harfan (Ikranagara) selaku kepala sekolah, serta dua guru Bu Muslimah (Cut Mini) dan Pak Bakri (Teuku Rifnu Wikana).
Sebagian besar siswa tersebut berasal dari kalangan keluarga miskin seperti Lintang (Ferdian) anak pesisir asal Tanjung Kelumpang yang tinggal bersama ayah dan tiga adik perempuannya. Ada juga Mahar (Verrys Yamarno) yang sangat hobi mendengarkan musik melalui radionya, Kucai (Yogi Nugraha) ketua kelas yang ayahnya bekerja di tambang PN Timah, dan masih banyak lagi.
Sekolah tersebut memiliki aturan bahwa sekolah bisa membuka kelas baru jika jumlah siswanya sudah mencapai sepuluh anak. Berbeda dengan sekolah lain seperti SD PN Timah yang setiap tahunnya selalu membuka kelas baru. Salah satu gurunya yaitu Pak Mahmud (Tora Sudiro) tertarik sama Bu Muslimah, walaupun Pak Mahmud pernah membuat Bu Muslimah agak sedikit tersinggung.
Setelah lama menunggu, siswa-siswi yang terkumpul baru mencapai sembilan siswa. Ketika harapan tersebut hampir redup, datanglah seorang anak bernama Harun (Jeffry Yanuar) yang merupakan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Kehadiran Harun membuat sekolah ini akhirnya memiliki kelas baru.
Lima tahun kemudian tahun 1979, anak-anak SD Muhammadiyah menikmati kebahagian mereka di sekolah seperti anak-anak lainnya. Kadang-kadang kebahagian mereka membuat mereka sempat tidak menuruti apa kata Bu Muslimah. Tetapi dibalik itu semua, semangat mereka dalam belajar sangat tinggi.
Seperti Lintang yang selalu datang telat karena harus menjaga adik-adiknya dulu sambil menunggu ayahnya pulang dari melaut. Lintang harus naik sepeda puluhan meter melewati rumput, menunggu buaya besar lewat, hingga akhirnya tiba di sekolah.
Pilihan untuk anda : 16 Film Kartun Ikonik, Bikin Nostalgia Masa Kecil!
Artikel terkait : ZIARAH REVIEW: PERJALANAN PANJANG MENJEMPUT SEGENGGAM DUKA YANG TERTIMBUN