Kebiasaan Menggoyangkan Kaki, Apa Fakta Psikologinya?

Kebiasaan Menggoyangkan Kaki, Apa Fakta Psikologinya?
(Gambar : istockphoto.com)

Jatengkita.id – Kebiasaan menggoyangkan kaki adalah salah satu perilaku yang sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa disadari, banyak orang melakukannya, terutama saat sedang duduk dalam waktu lama, baik itu di tempat kerja, di ruang tunggu, atau bahkan saat bersantai di rumah.

Meskipun terlihat sederhana dan sering dianggap sebagai sesuatu yang sepele, kebiasaan ini terkadang memicu reaksi beragam dari orang-orang di sekitar, mulai dari rasa terganggu hingga penasaran. Namun, apakah Anda tahu bahwa kebiasaan ini memiliki makna tersendiri jika dilihat dari sudut pandang psikologi?

Ternyata, di balik perilaku yang terlihat spontan ini, terdapat penjelasan ilmiah yang menarik, mulai dari faktor kebiasaan, kondisi emosional, hingga kemungkinan kaitannya dengan kesehatan fisik. Lantas, apa saja fakta menarik di balik fenomena ini? Simak pembahasannya dalam artikel berikut.

  1. Kaitan dengan Restless Leg Syndrome (RLS)

Restless Leg Syndrome (RLS) atau sindrom kaki gelisah adalah salah satu alasan medis yang sering dikaitkan dengan kebiasaan menggoyangkan kaki. Kondisi ini menyebabkan seseorang merasa tidak nyaman di kaki, terutama saat beristirahat.

Perasaan tidak nyaman tersebut sering diatasi dengan menggoyangkan atau menggerakkan kaki. RLS bukan sekadar kebiasaan, melainkan gangguan neurologis yang memengaruhi sekitar 10 persen populasi dunia.

Penyebabnya sering dikaitkan dengan faktor genetik, defisiensi zat besi, atau gangguan pada neurotransmitter dopamin. Gejala RLS meliputi perasaan gatal atau seperti terbakar di kaki, dorongan kuat untuk terus menggerakkan kaki, dan gejala memburuk di malam hari atau saat sedang santai.

Jika kebiasaan menggerakkan kaki disertai rasa tidak nyaman, sebaiknya segera konsultasikan ke dokter untuk memastikan apakah hal ini berkaitan dengan RLS.

  1. Ekspresi Kecemasan atau Stres

Dalam psikologi, menggoyangkan kaki sering dianggap sebagai bentuk pelampiasan stres atau kecemasan. Ketika seseorang merasa cemas, tubuh mereka cenderung mencari cara untuk melepaskan energi berlebih. Menggoyangkan kaki menjadi salah satu mekanisme pelepasan tersebut.

Menurut penelitian, perilaku ini termasuk dalam kategori body-focused repetitive behavior (BFRB), yaitu tindakan berulang yang dilakukan untuk mengurangi ketegangan emosi. Bagi beberapa orang, menggoyangkan kaki memberikan efek menenangkan.

Studi juga menunjukkan bahwa individu yang sering menggoyangkan kaki dalam situasi tertentu, seperti saat ujian atau wawancara kerja, memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak melakukannya.

  1. Upaya Meningkatkan Konsentrasi

Meskipun terdengar kontradiktif, menggoyangkan kaki ternyata bisa membantu meningkatkan konsentrasi. Beberapa individu, terutama anak-anak dengan Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) sering menggoyangkan kaki sebagai cara untuk tetap fokus pada tugas yang mereka lakukan.

Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Child Neuropsychology menunjukkan bahwa gerakan berulang, seperti menggoyangkan kaki, dapat meningkatkan aktivitas otak pada individu dengan ADHD. Hal ini membantu mereka mempertahankan perhatian dalam waktu yang lebih lama.

Namun, bagi orang tanpa ADHD, kebiasaan ini juga bisa menjadi cara untuk mengalihkan pikiran dari gangguan eksternal, sehingga mereka tetap fokus pada pekerjaan utama.

  1. Indikasi Kebosanan

Kebiasaan menggoyangkan kaki juga sering dikaitkan dengan rasa bosan. Ketika seseorang merasa tidak tertarik dengan situasi atau aktivitas tertentu, mereka cenderung mencari cara untuk mengisi kekosongan tersebut. Salah satunya dengan menggoyangkan kaki.

Dalam konteks ini, menggoyangkan kaki adalah bentuk perilaku kompensasi. Tubuh mencoba menciptakan stimulasi tambahan untuk mengatasi kurangnya rangsangan dari lingkungan sekitar.

Misalnya, seseorang yang duduk di ruang tunggu dalam waktu lama mungkin akan menggoyangkan kaki karena merasa bosan dan ingin “mengisi waktu.”

saat kaki tidak nyaman, seseorang cenderung akan menggoyangkan kaki
(Gambar : istockphoto.com)
  1. Kebiasaan yang Berkaitan dengan Energi Tinggi

Orang dengan tingkat energi tinggi cenderung lebih sering menggoyangkan kaki. Mereka merasa sulit untuk diam dalam waktu lama dan membutuhkan outlet untuk melepaskan energi yang berlebih. Menurut psikolog, individu dengan kepribadian ekstrovert atau tipe kepribadian sanguinis lebih cenderung menunjukkan perilaku ini.

Mereka biasanya memiliki dorongan internal untuk terus bergerak, bahkan ketika tidak ada aktivitas fisik yang signifikan. Bagi mereka, menggoyangkan kaki adalah cara yang tidak disadari untuk menyalurkan energi tersebut.

  1. Tanda Ketidaknyamanan Fisik

Dalam beberapa kasus, menggoyangkan kaki bisa menjadi tanda ketidaknyamanan fisik. Misalnya, kursi yang terlalu keras, posisi duduk yang tidak ergonomis, atau pakaian yang terlalu ketat dapat memicu seseorang untuk terus menggerakkan kaki.

Ketika tubuh merasa tidak nyaman, otak memberikan sinyal untuk mencari solusi. Menggoyangkan kaki menjadi respons otomatis. Jika Anda merasa kebiasaan ini sering terjadi, mungkin ada baiknya untuk memeriksa apakah ada faktor fisik yang menyebabkan ketidaknyamanan tersebut.

  1. Dampak pada Orang Lain

Bagi sebagian orang, kebiasaan menggoyangkan kaki dapat dianggap mengganggu, terutama jika dilakukan di tempat umum atau ruang bersama seperti kantor atau kelas. Getaran kecil yang dihasilkan dari gerakan kaki dapat dirasakan oleh orang di sekitar, sehingga menimbulkan ketidaknyamanan.

Sebagai bentuk etiket sosial, ada baiknya untuk lebih menyadari kebiasaan ini, terutama dalam situasi formal. Jika Anda merasa sulit untuk menghentikan kebiasaan ini, cobalah mengganti gerakan dengan aktivitas lain, seperti mengetukkan jari atau menggenggam benda kecil.

  1. Apakah Berbahaya bagi Kesehatan?

Menggoyangkan kaki secara umum tidak berbahaya. Faktanya, beberapa penelitian menunjukkan bahwa kebiasaan ini bisa memberikan manfaat kesehatan tertentu, seperti meningkatkan sirkulasi darah. Studi yang dilakukan oleh University of Missouri menyatakan bahwa menggoyangkan kaki saat duduk dalam waktu lama dapat membantu mencegah pembekuan darah di kaki.

Gerakan kecil tersebut mampu meningkatkan aliran darah dan mengurangi risiko gangguan seperti deep vein thrombosis (DVT). Namun, jika kebiasaan ini dilakukan secara berlebihan hingga mengganggu aktivitas atau kehidupan sehari-hari, ada baiknya untuk berkonsultasi dengan ahli psikologi atau medis.

Kunjungi kami di Instagram : Ngantuk di Siang Hari?

  1. Cara Mengatasi Kebiasaan Menggoyangkan Kaki

Bagi sebagian orang, menggoyangkan kaki adalah kebiasaan yang sulit dihilangkan. Namun, jika Anda merasa kebiasaan ini mengganggu atau ingin menghentikannya, berikut adalah beberapa tips yang dapat membantu.

  1. Sadari pemicu
    Identifikasi situasi atau emosi tertentu yang membuat Anda menggoyangkan kaki.
  2. Latih mindfulness
    Teknik mindfulness atau meditasi dapat membantu mengurangi kecemasan dan meningkatkan kesadaran terhadap kebiasaan ini.
  3. Berikan stimulasi alternatif
    Gantikan kebiasaan menggoyangkan kaki dengan aktivitas lain, seperti meremas bola stres atau mencoret-coret di atas kertas.
  4. Perbaiki posisi duduk
    Pastikan kursi yang Anda gunakan nyaman dan mendukung postur tubuh yang baik.
  5. Konsultasikan ke ahli
    Jika kebiasaan ini disebabkan oleh kondisi medis seperti RLS, segera temui dokter untuk mendapatkan perawatan yang tepat.

Menggoyangkan kaki adalah kebiasaan yang memiliki banyak makna, baik dari sisi psikologi maupun kesehatan. Meskipun sering dianggap remeh, perilaku ini bisa menjadi cerminan dari kondisi emosional, tingkat energi, atau bahkan gangguan kesehatan tertentu.

Penting untuk memahami alasan di balik kebiasaan ini agar kita bisa mengambil langkah yang tepat, baik untuk diri sendiri maupun orang-orang di sekitar. Dengan pemahaman yang lebih baik, kita dapat melihat bahwa kebiasaan menggoyangkan kaki bukan sekadar tindakan tanpa makna, melainkan bagian dari cara tubuh dan pikiran berkomunikasi.

Anda mungkin suka : Apa Bedanya Ketakutan Biasa dengan Fobia? Simak Penjelasannya!