Jatengkita.id – Beberapa daerah di Jawa Tengah telah berhasil menjadi desa devisa yang berada di bawah bimbingan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) selaku pemilik program. Desa devisa bertujuan untuk membangun atau mengembangkan kapasitas masyarakat secara aktif berkelanjutan.
Dengan adanya program ini, kesejahteraan suatu daerah dapat ditingkatkan melalui kegiatan ekspor. Komoditas utama suatu daerah dapat menjadi produk unggulan yang bisa diekspor ke luar negeri. Potensi masyarakat juga tentu dapat diberdayakan secara maksimal.
Beberapa fasilitas yang diberikan LPEI di antaranya adalah pelatihan, pendampingan, dan bantuan sarana produksi. Dengan dukungan program ini, daerah tak hanya mampu menyumbang devisa bagi negara, namun juga mampu mencapai konsep desa berdikari.
Jawa Tengah sendiri memiliki beberapa desa devisa yang tersebar di kabupaten Sukoharjo, Purbalingga, dan Purworejo.
Industri rotan di Desa Trangsan telah menjadi industri pengolahan rotan terbesar di Jawa Tengah. Daerah ini sejatinya sudah menjadi pusat mebel rotan sejak tahun 1940-an. Dengan potensinya ini, Desa Trangsan turut membantu kesejahteraan masyarakat hingga Kabupaten Wonogiri dan Sragen dalam hal ketenagakerjaan.
Produk rotan yang berhasil diproduksi tidak hanya peralatan rumah tangga. Namun juga mencakup fashion seperti tas, gelang, dompet, kotak make-up, dan topi rotan. Kualitasnya pun tidak kalah dari kayu, sehingga bisa diterima tak hanya oleh masyarakat lokal, tetapi juga berhasil diekspor hingga ke Amerika dan Uni Eropa.
Desa yang juga berbasis desa wisata ini menawarkan keunggulan bagi pengunjung yang ingin belajar atau sekadar mengetahui proses produksi furnitur rotan. Pengunjung sentra industri ini rata-rata dari kalangan pelajar.
- Desa Bumisari (Purbalingga)
LPEI berkolaborasi dengan Kementerian Perindustrian menjadi Desa Bumisari sebagai percontohan desa devisa klaster gula semut. LPEI tak hanya memberikan pembiayaan ekspor, namun juga jaminan dan proteksi importir gagal bayar.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, Purbalingga memiliki lahan kelapa deres seluas 5.289 hektar dengan total produksi gula kelapa sebanyak 55.600 ton. Jumlah tersebut merupakan angka untuk gula cetak. Sedangkan gula kristal atau gula semut memiliki total produksi sekitar 700 ton per-bulan.
Sentra produksi gula kelapa di Purbalingga tersebar di 90 desa. Pemkab setempat berharap agar ke depannya dapat melakukan ekspor gula smut secara mandiri.
- Desa Popongan, Desa Semawung, Desa Pekutan, Desa Clapar (Purworejo)
Program Desa Devisa klaster bulu mata di Purworejo merupakan kolaborasi antara LPEI dengan PT Astra Internasional Tbk dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Komoditas bulu mata menjadi salah satu dari delapan komoditas utama yang diprioritaskan LPEI untuk didampingi.
Dalam pendampingannya, LPEI tidak hanya memfokuskan pada peningkatan kapasitas pengrajin bulu mata, namun juga kualitas produk ekspor dan marketing. Hingga saat ini, bulu mata produksi Purworejo sudah dieskpor ke Amerika Serikat, Kanada, Turkiye, Jepang, India, Zimbabwe, Prancis, Meksiko, Belanda, dan Nigeria.
Dengan mencintai produk-produk lokal yang menjadi komoditas ekspor, cita-cita mewujudkan kemandirian ekonomi sebagai daerah berdikari, akan mudah diraih. Hal ini tentu membutuhkan kerja sama dan campur tangan pemangku kebijakan dan pelaku usaha yang terlibat.
Baca juga : Tembakau dan Kopi : Kekayaan Temanggung yang Mendunia