Memahami Fenomena Doom Spending di Kalangan Gen Z

Memahami Fenomena Doom Spending di Kalangan Gen Z
(Gambar : istockphoto.com)

Jatengkita.id – Dalam beberapa tahun terakhir, istilah “doom spending” mulai muncul dan menjadi perhatian khusus, terutama di kalangan generasi muda, yaitu Generasi Z (Gen Z). Fenomena ini mengacu pada kecenderungan untuk menghabiskan uang secara impulsif sebagai respon terhadap ketidakpastian, kecemasan, atau ketidakpuasan hidup.

Doom spending seringkali dipicu oleh kondisi mental yang tidak stabil akibat stres atau depresi. Hal ini kemudian menyebabkan perilaku konsumtif sebagai pelarian sementara. Fenomena ini semakin terlihat di era pandemi COVID-19 ketika banyak orang merasakan tekanan ekonomi dan mental yang berat.

Gen Z, yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012, adalah generasi yang paling terdampak oleh ketidakpastian masa depan, yang berpengaruh pada pola konsumsi mereka. Namun, apa sebenarnya yang menyebabkan doom spending di kalangan Gen Z? Dan bagaimana dampaknya pada kesehatan finansial dan mental mereka?

Apa itu Doom Spending?

Doom spending adalah istilah yang menggambarkan perilaku menghabiskan uang secara berlebihan dan impulsif, sering kali untuk membeli barang-barang yang sebenarnya tidak diperlukan. Doom spending terjadi karena perasaan putus asa, frustrasi, atau keinginan untuk merasa lebih baik dalam jangka pendek.

Bagi sebagian orang, belanja dapat menjadi bentuk pelarian dari masalah sehari-hari atau stres yang sedang mereka alami. Perbedaan doom spending dengan perilaku konsumtif biasa adalah dorongan emosional yang mendasarinya.

Seseorang yang terjebak dalam doom spending sering kali merasa kehilangan kontrol atas pengeluaran mereka. Pembelian dilakukan bukan berdasarkan kebutuhan, tetapi karena dorongan emosional yang mendalam, seperti kecemasan atau ketakutan akan masa depan.

Mengapa Doom Spending Banyak Terjadi di Kalangan Gen Z?

Gen Z tumbuh di era digital yang penuh dengan perubahan sosial, ekonomi, dan teknologi. Mereka adalah generasi yang paling terhubung dengan internet dan media sosial, di mana gaya hidup konsumtif sering kali dipromosikan.

Namun, ada beberapa faktor lain yang menjadikan Gen Z lebih rentan terhadap fenomena doom spending. Diantaranya adalah sebagai berikut.

  1. Ketidakpastian Ekonomi dan Masa Depan

Pandemi COVID-19 membawa ketidakpastian ekonomi yang besar, terutama bagi Gen Z yang baru memasuki dunia kerja atau bahkan masih bersekolah. Banyak dari mereka yang merasakan ketidakpastian terkait pekerjaan, biaya pendidikan, atau bahkan prospek masa depan.

Kondisi ini menciptakan perasaan cemas dan stres yang mendorong perilaku doom spending sebagai pelarian dari kenyataan yang tidak menyenangkan.

virus covid 19 orang krisis yang resesi, stres, kehilangan pekerjaan. putus asa kantor orang stres dalam krisis epidemi corona covid-19 - covid 19 ekonomi potret stok, foto, & gambar bebas royalti
Ketidakpastian masa depan akibat Covid-19 (Gambar : istockphoto.com)
  1. Pengaruh Media Sosial

Media sosial memainkan peran besar dalam membentuk kebiasaan konsumsi Gen Z. Mereka terpapar iklan yang menargetkan secara langsung, tren belanja, serta gaya hidup yang mempromosikan konsumsi terus-menerus.

Algoritma media sosial secara efektif menyesuaikan konten yang dilihat pengguna dengan minat mereka yang sering kali mendorong mereka untuk membeli barang-barang tertentu.

Selain itu, budaya “FOMO” (fear of missing out) atau rasa takut ketinggalan tren semakin memperparah tekanan untuk terus membeli barang baru agar terlihat “relevan” di dunia maya.

  1. Kecemasan Mental dan Emotional Well-being

Gen Z adalah generasi yang sangat terbuka dalam membicarakan kesehatan mental, namun mereka juga merupakan generasi yang menghadapi tingkat kecemasan dan stres yang tinggi. Menurut penelitian, generasi ini lebih cenderung mengalami gangguan kecemasan dan depresi dibandingkan generasi sebelumnya.

Ketika mereka merasa tertekan, banyak yang beralih ke belanja sebagai bentuk coping mechanism atau pelarian sementara. Doom spending menjadi cara untuk mendapatkan perasaan senang sesaat, meskipun dampaknya tidak bertahan lama.

  1. Akses Mudah ke Belanja Online

Teknologi yang semakin canggih memudahkan akses ke platform e-commerce dan layanan keuangan digital. Gen Z adalah generasi digital native yang terbiasa dengan kemudahan berbelanja secara online hanya dengan beberapa klik.

Dengan promosi besar-besaran, diskon, dan penawaran eksklusif yang sering kali muncul di aplikasi atau media sosial, dorongan untuk membeli barang secara impulsif menjadi semakin sulit ditolak. Akses yang mudah dan instan ini memperburuk perilaku doom spending, karena mereka tidak perlu berpikir panjang sebelum melakukan pembelian.

Dampak Doom Spending pada Gen Z

Fenomena doom spending tidak hanya berdampak pada aspek finansial, tetapi juga pada kesehatan mental dan emosional seseorang. Berikut adalah beberapa dampak yang paling sering dirasakan oleh Gen Z akibat perilaku doom spending.

stressed and headache asian woman with large bills or invoices no money to pay to expenses and credit card debt. shortage, financial problems, mortgage, loan, bankruptcy, bankrupt, poor, empty wallet - doom spending potret stok, foto, & gambar bebas royalti
Doom spending berpengaruh pada kesehatan mental seseorang (Gambar : istockphoto.com)
  1. Kesehatan Finansial yang Buruk

Salah satu dampak terbesar dari doom spending adalah masalah finansial. Gen Z yang terjebak dalam pola doom spending sering kali menghabiskan uang untuk barang-barang yang tidak diperlukan. Hal ini menyebabkan mereka mengalami kesulitan dalam mengelola keuangan.

Akumulasi pembelian impulsif dapat menyebabkan utang kartu kredit, kesulitan dalam menabung, atau bahkan ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Dalam jangka panjang, hal ini dapat menyebabkan krisis keuangan yang lebih serius.

  1. Stres dan Kecemasan yang Meningkat

Ironisnya, meskipun doom spending sering kali dilakukan untuk meredakan stres, efek jangka panjangnya justru memperburuk kondisi mental. Ketika seseorang menyadari bahwa mereka telah menghabiskan uang secara berlebihan dan mulai merasa bersalah atau menyesal, tingkat kecemasan mereka dapat meningkat.

Siklus ini dapat berulang, di mana mereka merasa semakin cemas karena masalah keuangan dan kemudian beralih ke belanja impulsif untuk meredakan kecemasan tersebut.

  1. Perasaan Tidak Puas atau Kosong

Barang-barang yang dibeli melalui doom spending seringkali memberikan kepuasan hanya dalam jangka pendek. Setelah euforia awal dari pembelian berakhir, banyak orang merasa kecewa karena barang yang dibeli tidak benar-benar memberikan kebahagiaan atau makna yang lebih dalam.

Ini dapat memicu perasaan hampa atau kosong, yang pada akhirnya dapat mendorong perilaku belanja impulsif lebih lanjut sebagai upaya untuk mengisi kekosongan tersebut.

  1. Kesulitan Mengendalikan Impuls

Salah satu ciri utama dari doom spending adalah ketidakmampuan untuk mengendalikan impuls. Gen Z yang terbiasa dengan perilaku ini seringkali kesulitan untuk menahan diri dari membeli barang yang mereka inginkan, bahkan jika mereka tahu bahwa mereka tidak membutuhkannya.

Ini bisa menjadi masalah jangka panjang yang memengaruhi aspek lain dalam kehidupan mereka, termasuk dalam mengambil keputusan yang lebih besar dan lebih penting.

Tonton video : Festival 5 Gunung

Mengatasi Doom Spending di Kalangan Gen Z

Menghadapi fenomena doom spending di kalangan Gen Z memerlukan pendekatan yang holistik, yang melibatkan pemahaman tentang kesehatan mental, literasi keuangan, serta kesadaran diri. Berikut beberapa cara yang dapat dilakukan untuk membantu mengatasi perilaku doom spending.

  1. Meningkatkan Literasi Keuangan

Salah satu cara paling efektif untuk mengurangi doom spending adalah dengan meningkatkan literasi keuangan di kalangan Gen Z. Edukasi tentang pengelolaan uang, perencanaan keuangan, dan pentingnya menabung perlu diperkenalkan sejak dini.

Gen Z perlu memahami dampak jangka panjang dari pengeluaran impulsif dan bagaimana mereka dapat membuat keputusan keuangan yang lebih bijaksana.

  1. Praktik Mindful Spending

Mindful spending adalah pendekatan yang melibatkan kesadaran penuh dalam setiap keputusan pembelian. Sebelum membeli sesuatu, Gen Z perlu mempertanyakan apakah barang tersebut benar-benar dibutuhkan atau hanya didorong oleh dorongan emosional.

belanja penuh perhatian di toko bahan makanan tanpa kemasan - mindful spending potret stok, foto, & gambar bebas royalti
(Gambar : istockphoto.com)

Dengan melatih diri untuk lebih sadar terhadap motif di balik setiap pembelian, mereka dapat mengurangi perilaku doom spending.

  1. Membatasi Paparan Terhadap Media Sosial

Karena media sosial memainkan peran besar dalam mendorong konsumsi berlebihan, membatasi waktu yang dihabiskan di platform ini bisa sangat membantu.

Gen Z bisa mulai mengurangi waktu mereka di media sosial atau memfilter konten yang mereka lihat agar tidak terus-menerus terpapar iklan dan promosi produk.

  1. Mencari Alternatif untuk Mengatasi Stres

Doom spending seringkali menjadi mekanisme koping untuk mengatasi stres atau kecemasan. Oleh karena itu, penting bagi Gen Z untuk menemukan alternatif lain yang lebih sehat untuk mengelola emosi negatif.

Aktivitas seperti meditasi, olahraga, atau menulis jurnal dapat membantu meredakan stres tanpa harus beralih ke belanja impulsif.

  1. Mengatur Anggaran Belanja

Membuat anggaran bulanan yang realistis dan mematuhi batas pengeluaran bisa menjadi langkah awal dalam mengatasi doom spending. Dengan memiliki batasan yang jelas, Gen Z bisa lebih berhati-hati dalam menggunakan uang mereka dan menghindari pengeluaran yang tidak diperlukan.

  1. Gunakan Aplikasi Pengelolaan Keuangan

Seiring dengan kemajuan teknologi, kini banyak tersedia aplikasi yang membantu mengelola keuangan pribadi. Gen Z, sebagai generasi yang sangat akrab dengan teknologi, dapat memanfaatkan aplikasi-aplikasi ini untuk memantau pengeluaran mereka, membuat anggaran, dan menetapkan tujuan keuangan jangka panjang.

konsep fintech (financial technology) dan uang digital. pengusaha menggunakan ponsel pintar dengan ikon keuangan digital untuk perbankan digital, pembayaran internet, belanja online, teknologi keuangan. - aplikasi one mobile potret stok, foto, & gambar bebas royalti
Contoh aplikasi pengelolaan keuangan adalah One Mobile, DompetKu, Wallet, dan masih banyak lagi (Gambar : istockphoto.com)

Aplikasi ini dapat memberikan peringatan jika pengeluaran sudah mendekati batas atau membantu dalam melacak pembelian yang impulsif. Dengan demikian, Gen Z dapat lebih sadar akan kebiasaan belanja mereka dan menghindari perilaku doom spending.

  1. Tetapkan Tujuan Keuangan Jangka Panjang

Salah satu cara terbaik untuk melawan perilaku belanja impulsif adalah dengan menetapkan tujuan keuangan jangka panjang.

Dengan memiliki visi yang lebih jelas tentang apa yang ingin dicapai dalam jangka waktu tertentu, seperti menabung untuk pendidikan lanjutan, perjalanan, atau membeli properti, Gen Z bisa lebih termotivasi untuk menahan diri dari pengeluaran yang tidak penting.

Menetapkan tujuan ini juga membantu memberikan rasa kepuasan yang lebih bermakna dibandingkan dengan kebahagiaan sementara yang datang dari pembelian impulsif.

  1. Ciptakan Jeda Sebelum Membeli

Sering kali, doom spending terjadi karena dorongan emosional yang kuat, di mana seseorang merasa harus membeli sesuatu secepat mungkin. Salah satu teknik yang dapat membantu adalah dengan menciptakan jeda sebelum memutuskan untuk membeli.

Misalnya, menetapkan aturan untuk menunggu 24 jam sebelum melakukan pembelian barang yang tidak direncanakan. Ini memberi waktu bagi seseorang untuk merenungkan apakah barang tersebut benar-benar diperlukan atau hanya keinginan sesaat.

Banyak yang menemukan bahwa keinginan untuk membeli sesuatu hilang setelah memberikan jeda waktu.

  1. Berbicara dengan Konselor Keuangan atau Psikolog

Bagi mereka yang merasa kesulitan mengendalikan kebiasaan doom spending, mencari bantuan dari konselor keuangan atau psikolog bisa menjadi solusi. Konselor keuangan dapat membantu menyusun strategi pengelolaan keuangan yang lebih efektif, sementara psikolog dapat membantu mengatasi aspek emosional yang mendasari perilaku doom spending.

Dengan pendekatan yang lebih komprehensif, Gen Z dapat belajar cara mengelola keuangan sekaligus menangani masalah mental yang mungkin menjadi pemicu perilaku konsumtif.

  1. Bangun Komunitas yang Mendukung

Memiliki lingkungan atau komunitas yang mendukung kebiasaan belanja yang sehat juga bisa membantu mengurangi perilaku doom spending. Gen Z bisa bergabung dalam kelompok atau komunitas online yang fokus pada pengelolaan keuangan, berbagi tips, dan saling mendukung untuk mencapai tujuan keuangan yang sehat.

Doom Spending
Komunita adalah sebuah komunitas untuk memahami kebijakan pengelolaan uang yang dibentuk oleh Kementerian Keuangan (Gambar : komunita.kemenkeu.go.id)

Dengan terlibat dalam diskusi bersama orang-orang yang memiliki tujuan serupa, tekanan sosial untuk berbelanja impulsif bisa dikurangi. Mereka dapat mendapatkan motivasi untuk lebih bijak dalam menggunakan uang.

Doom spending di kalangan Gen Z bukan hanya fenomena belanja impulsif biasa, tetapi sering kali merupakan gejala dari masalah yang lebih mendalam, seperti kecemasan, ketidakpastian masa depan, atau tekanan sosial dari media.

Dampak negatifnya bisa sangat serius, mulai dari masalah keuangan hingga gangguan kesehatan mental. Oleh karena itu, penting bagi Gen Z untuk memahami alasan di balik perilaku konsumtif mereka dan menemukan cara-cara yang lebih sehat untuk mengatasi stres dan kecemasan.

Dengan meningkatkan literasi keuangan, mempraktikkan mindful spending, dan mencari alternatif yang lebih sehat untuk mengatasi stres, generasi ini dapat terhindar dari jebakan doom spending dan membangun masa depan finansial yang lebih stabil dan seimbang.

Menetapkan tujuan keuangan jangka panjang, memanfaatkan teknologi untuk memantau pengeluaran, dan berbicara dengan para ahli juga merupakan langkah-langkah penting untuk mengurangi perilaku konsumtif yang merugikan.

Dalam dunia yang serba cepat dan penuh distraksi ini, Gen Z dihadapkan pada banyak tantangan, termasuk tekanan untuk selalu mengikuti tren dan membeli barang-barang terbaru.

Namun, dengan kesadaran diri dan strategi yang tepat, mereka bisa keluar dari lingkaran doom spending dan fokus pada hal-hal yang lebih bermakna dan berkelanjutan dalam hidup.

Artikel terkait : Dampak Medsos bagi Generasi Muda dan Fenomena Sosial KontemporerĀ