Tradisi Prepegan : Kearifan Lokal Menyambut Lebaran

Tradisi Prepegan : Kearifan Lokal Menyambut Lebaran
(Ilustrasi : infopublik.id)

Jatengkita.id – Tradisi prepegan adalah salah satu bentuk warisan budaya yang sangat berharga di Indonesia, terutama di wilayah Jawa. Kata “prepeg” yang menjadi asal muasal istilah ini, memiliki arti mendekati atau dekat, menggambarkan periode menjelang Hari Raya Idulfitri.

Tradisi ini merupakan kegiatan berbelanja menjelang lebaran. Lebih dari sekadar berbelanja, tradisi ini juga menggambarkan nilai-nilai sosial dan budaya yang masih dijaga dan dihargai oleh masyarakat hingga saat ini. 

Asal-Usul Prepegan

Prepegan merupakan bagian tak terpisahkan dari budaya masyarakat di wilayah pesisir utara Jawa, seperti Brebes, Tegal, Pemalang, dan Pekalongan. Pada mulanya, prepegan hanya berfungsi sebagai pasar tradisional yang khusus menyediakan bunga untuk keperluan ziarah.

Namun, seiring waktu, pasar ini mengalami perkembangan pesat dan berubah menjadi pusat perbelanjaan yang dipenuhi berbagai barang kebutuhan lebaran, mulai dari pakaian hingga makanan serta perlengkapan lainnya. 

Tradisi ini terbagi menjadi dua tahap utama, yaitu prepegan cilik dan prepegan gedhe. Prepegan cilik berlangsung dua hari sebelum Idulfitri, saat masyarakat mulai membeli berbagai kebutuhan pokok untuk persiapan hari raya.

Sementara itu, prepegan gedhe terjadi sehari sebelum lebaran, dengan suasana yang lebih meriah dan pembelian yang lebih besar, seperti pakaian serta perlengkapan lebaran lainnya. 

Tradisi Prepegan
(Gambar : Dialogmasa)

Keunikan Tradisi Prepegan

Salah satu aspek menarik dari tradisi prepegan adalah adanya kepercayaan yang mengiringi kegiatan berbelanja di pasar. Menurut mitos yang berkembang di masyarakat, sebelum mulai membeli barang, pengunjung harus terlebih dahulu berjalan hingga ke ujung pasar.

Tindakan ini diyakini sebagai sebuah ritual yang dapat membawa keberkahan dalam setiap transaksi yang dilakukan. Selain itu, ada pula tradisi yang harus dijalankan, yaitu menyebarkan uang pecahan tertentu di perempatan desa.

Simbolisnya, ritual ini mencerminkan semangat berbagi rezeki dengan sesama, sebagai bentuk rasa syukur dan harapan akan keberlimpahan di masa mendatang. 

Baca juga : Kampung Ramadan Purbalingga : Pesona Kuliner, UMKM, dan Light Festival

Dampak Sosial dan Ekonomi

Selama tradisi ini berlangsung, aktivitas perdagangan di pasar meningkat pesat, menjadikannya pusat dinamika ekonomi lokal.

Para pedagang setempat memanfaatkan momen ini untuk meraih pendapatan lebih dalam waktu singkat, sementara masyarakat mendapatkan kesempatan untuk melengkapi berbagai keperluan lebaran mereka.

Suasananya yang meriah dan penuh semangat menjadikan prepegan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari perayaan menyambut Idulfitri.

Keramaian pasar saat prepegan semakin terasa dengan kehadiran para pedagang dadakan yang menawarkan berbagai barang khas lebaran, seperti ketupat, aneka kue, hingga pakaian baru.

Tradisi ini bukan hanya tentang transaksi jual beli, tetapi juga menjadi sarana interaksi sosial yang memperkuat hubungan antar warga.

Orang-orang dari berbagai lapisan masyarakat berkumpul dalam suasananya yang penuh kehangatan, menjadikan prepegan sebagai lebih dari sekedar aktivitas ekonomi, tetapi juga perayaan kebersamaan dan tradisi yang turun-temurun.

Namun, dibalik kemeriahannya, prepegan juga menghadirkan tantangan tersendiri. Euforia belanja seringkali mendorong perilaku konsumtif, di mana banyak orang membeli lebih dari yang mereka butuhkan.

Suasana pasar yang padat dan menggoda dengan berbagai pilihan barang membuat masyarakat mudah terbawa arus konsumsi yang berlebihan.

Oleh karena itu, kesadaran untuk berbelanja secara bijak menjadi penting agar tradisi ini tetap memberikan manfaat tanpa menimbulkan dampak negatif bagi individu maupun ekonomi keluarga.

Follow akun instagram Jateng Kita untuk informasi menarik lainnya!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *