Mengenal Julukan 6 Kabupaten Keresidenan Pati

Mengenal Julukan 6 Kabupaten Keresidenan Pati
(Gambar : Pinterest)

Jatengkita.id – Keresidenan Pati adalah salah satu wilayah administratif warisan zaman Hindia Belanda di Jawa Tengah yang memiliki kekayaan budaya, sejarah, dan potensi ekonomi yang sangat besar.

Keresidenan ini terdiri dari enam kabupaten, yaitu Demak, Kudus, Jepara, Pati, Blora, dan Grobogan. Setiap kabupaten memiliki julukan khas yang lahir dari identitas lokal, warisan sejarah, serta potensi unggulan daerah tersebut.

Artikel ini mengulas secara mendalam makna, latar belakang, serta relevansi julukan-julukan itu dalam konteks modern.

  • Demak – Kota Wali
(Gambar : Pinterest)

Julukan ini berkaitan erat dengan peran Demak sebagai pusat awal penyebaran agama Islam di Pulau Jawa melalui Kesultanan Demak.

Demak menjadi kerajaan Islam pertama di Jawa sekitar abad ke-15 dan ke-16 di bawah pimpinan Raden Patah. Kesultanan ini menggantikan kekuasaan Majapahit di wilayah utara Jawa, dan secara aktif mendukung dakwah Islam melalui peran para Wali Songo.

Masjid Agung Demak menjadi simbol penting peradaban Islam di Nusantara. Masjid ini diyakini dibangun oleh para wali, termasuk Sunan Kalijaga.

Arsitekturnya khas dengan atap limasan tumpang tiga dan empat tiang utama (saka guru) yang konon dibuat oleh Sunan Kalijaga dari kayu glugut (bambu yang dikuatkan).

Demak memiliki potensi besar sebagai wisata religi. Destinasi yang bisa dikunjungi adalah Masjid Agung, Makam Sunan Kalijaga, dan situs Kadilangu menjadi destinasi ribuan peziarah. Destinasi lain yang bisa menjadi referensi adalah Pantai Morosari, Mangrove Bedono, dan edukasi tambak udang.

Dari sektor pertanian, Demak merupakan lumbung padi dengan teknologi irigasi cukup maju. Festival Grebeg Besar dan Tradisi Apitan setiap Iduladha menjadi unggulan yang menarik.

  • Kudus – Kota Kretek dan Kota Santri
Kudus Keresidenan Pati
(Gambar : Pinterest)

Julukan ini menandakan Kudus sebagai pusat industri rokok kretek nasional dan daerah dengan tradisi keislaman yang kuat.

Kudus merupakan tempat kelahiran rokok kretek oleh Haji Jamahri pada 1870-an. Ia mencampur cengkeh ke dalam rokok linting sebagai obat alternatif dan menemukan formula yang khas, yaitu rokok kretek.

Di sisi spiritual, Kudus dikenal dengan keberadaan Sunan Kudus yang membangun Masjid Menara Kudus pada abad ke-16. Menara masjidnya mengadopsi arsitektur candi Hindu yang mencerminkan akulturasi budaya Islam dan Hindu-Buddha.

Kudus memiliki industri besar seperti Pabrik Djarum, Nojorono, dan perusahaan tekstil. Pendidikan Islam di sana pun juga cukup terkenal, di antaranya Pesantren APIK Kaliwungu, Madrasah Tsanawiyah/SMA berbasis agama yang berkembang pesat.

Beberapa kuliner khasnya juga sangat digemari, seperti Soto kerbau, lentog tanjung, dan jenang Kudus. Kemudian, ada even budaya yang masih dilestarikan hingga kini, yaitu Dhandhangan Ramadhan, Kirab Ampyang Maulid, dan Hari Jadi Kudus.

  •  Jepara – Bumi Kartini dan Kota Ukir
Karimunjawa (Gambar : Pinterest)

Julukan ini menunjukkan peran Jepara dalam perjuangan perempuan serta keunggulannya dalam seni ukir.

Jepara adalah tempat kelahiran RA Kartini pada 21 April 1879. Melalui surat-suratnya, Kartini menyuarakan emansipasi perempuan dan akses pendidikan yang setara.

Jepara juga sejak zaman Majapahit dikenal sebagai penghasil ukiran kayu. Motif ukiran Jepara banyak terinspirasi dari alam, flora, fauna, dan pola geometris. Teknik ukir Jepara telah diakui sebagai warisan budaya tak benda Indonesia.

Jepara memiliki ekspor mebel, yaitu Pasar internasional di Eropa, Timur Tengah, dan Amerika. Beberapa komoditas yang dipasarkan berupa Troso (tenun ikat), dan Pecangaan (kerajinan logam). Destinasi unggulan di Jepara adalah Karimunjawa, Pantai Kartini, dan Pulau Panjang.

Karena khas dengan tokoh Kartini seni ukirnya, Jepara memiliki even budaya Festival Kartini dan Parade Ukir Internasional.

  • Pati – Bumi Mina Tani
(Gambar : Kabupaten Pati)

Merujuk pada dominasi sektor perikanan (mina) dan pertanian (tani) dalam struktur ekonomi dan sosial masyarakat Pati.

Pati dikenal sebagai salah satu wilayah agraris penting di Jawa Tengah sejak masa Mataram Islam. Sebagai daerah dengan bentang datar dan irigasi yang luas, Pati menjadi penghasil beras, jagung, dan komoditas hortikultura. Wilayah pesisir seperti Juwana dan Batangan menjadi pusat tambak dan nelayan.

Pati memiliki wisata alam menarik, yaitu Air Terjun Grenjengan Sewu, Waduk Seloromo. Kecamatan Juwana menjadi pelabuhan ikan terbesar kedua di Jawa Tengah. Kuliner khas daerah ini adalah bandeng presto Juwana, petis udang, nasi gandul.

Pati juga memiliki tokoh lokal yang populer, yaitu Syeh Jangkung (Saridin), tokoh spiritual dan legenda rakyat Pati.

  • Blora – Kota Sate dan Bumi Samin
TPK Perum Perhutani Blora (Gambar : Pinterest)

Sate Blora sangat populer sebagai kuliner lokal, sedangkan Bumi Samin merujuk pada gerakan anti-penjajahan unik dari masyarakat adat.

Sate Blora memiliki kekhasan pada bumbu kuah dan penyajiannya dengan lontong. Warung sate banyak berjejer di jalanan Blora dan biasanya buka hingga malam.

Gerakan Saminisme dimulai oleh Samin Surosentiko pada akhir abad ke-19 sebagai bentuk protes damai terhadap pajak dan tekanan kolonial Belanda. Gerakan ini menolak kekerasan dan menekankan hidup sederhana, jujur, dan mandiri.

Blora memiliki komoditas Hutan Perhutani Cepu yang menjadi salah satu hutan terbesar di Indonesia. Blok Cepu juga menjadi salah satu penghasil minyak bumi dan gas terbesar. Potensi Blora juga terletak pada kesenian lokal seperti tayub, barongan, dan ketoprak yang berkembang pesat.

Pramoedya Ananta Toer adalah salah satu aset yang tidak bisa dipisahkan dari Blora. Sastrawan tersohor ini lahir di Blora dan telah menulis banyak buku klasik yang tak lekang oleh waktu.

  • Grobogan – Lumbung Pangan dan Kota Swike
Simpang 5 Purwodadi (Gambar : Pinterest)

Julukan ini mengacu pada keberhasilan Grobogan dalam memproduksi pangan (beras, jagung) dan masakan khas swike yang terkenal.

Grobogan memiliki lahan pertanian sangat luas, terutama di daerah Godong dan Gubug. Daerah ini juga menjadi proyek ketahanan pangan nasional sejak masa Orde Baru. Pusat swike terdapat di Purwodadi, meskipun kini kontroversial karena sensitivitas agama.

Selain swike, mie pangsit Purwodadi dan tahu pong juga termasuk kuliner lokal yang sangat menggugah selera.

Kabupaten Grobogan telah menerapkan pertanian modern dengan implementasi pupuk organik dan smart farming.

Bledug Kuwu merupakan destinasi populer yang merupakan fenomena geologis. Kabupaten dengan jargon, “Grobogan Bersemi” ini memiliki Prasasti Kudadu yang merupakan peninggalan kerajaan kuno.

Baca juga : Semen Grobogan, Pilar Konstruksi Unggulan Jawa Tengah

Menjaga dan Menghidupkan Julukan Daerah

Julukan daerah bukan sekadar sebutan atau slogan. Ia adalah identitas, cermin sejarah, dan warisan yang perlu dirawat. Keresidenan Pati menjadi contoh konkret bahwa setiap daerah memiliki karakter unik yang bisa dikembangkan sebagai kekuatan sosial, budaya, dan ekonomi.

Pelestarian budaya lokal, pendidikan sejarah, serta pemanfaatan potensi ekonomi berbasis kearifan lokal adalah cara menjaga eksistensi julukan-julukan ini.

Pemerintah daerah, pelaku budaya, serta generasi muda memiliki tanggung jawab untuk terus menghidupkan semangat di balik nama-nama besar seperti “Kota Wali,” “Bumi Kartini,” hingga “Bumi Mina Tani.”

Di masa depan, ketika globalisasi semakin mengaburkan batas identitas, julukan daerah bisa menjadi jangkar yang menjaga kita tetap mengenal asal-usul, sekaligus menjadi inspirasi untuk menciptakan masa depan yang berakar pada kearifan lokal.

Follow akun instagram Jateng Kita untuk informasi menarik lainnya!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *