Jatengkita.id – Di antara beragam pakaian adat yang ada di Jawa Tengah, belangkon dan beskap Solo menjadi simbol elegansi dan kebijaksanaan. Keduanya bukan sekadar pakaian dan penutup kepala, tetapi mengandung nilai historis, filosofis, dan spiritual yang mendalam.
Belangkon Solo
Belangkon adalah penutup kepala khas Jawa yang tidak bisa dipisahkan dari busana pria, termasuk ketika mengenakan beskap. Blangkon khas Solo memiliki desain dan filosofi yang berbeda dibandingkan belangkon daerah lain, misalnya Yogyakarta.
Awalnya, penutup kepala bagi pria Jawa disebut sebagai iket, selembar kain batik berbentuk bujur sangkar (sekitar 105 cm x 105 cm) yang diikat dengan teknik tertentu di kepala.
Namun, karena pemakaiannya cukup rumit, maka diciptakan belangkon, iket yang telah dijahit dan dibentuk, sehingga lebih praktis dikenakan.

Belangkon berasal dari kata “blangko” yang berarti kosong. Filosofi ini merujuk pada ajaran Jawa tentang pentingnya mengosongkan diri dari kesombongan, hawa nafsu, dan ego pribadi agar seseorang dapat hidup dengan bijaksana.
Belangkon gaya Solo dikenal dengan sebutan Belangkon Surakarta dan memiliki ciri khas tanpa mondolan, terdapat dua ujung kain yang diikat menjadi satu, dan dibuat dari kain batik dengan motif.
Desain simetris dan sederhana pada belangkon menunjukkan prinsip hidup orang Jawa yang mengedepankan keseimbangan, harmoni, dan kesederhanaan.
Baca juga : Serunya Berebut Tradisi Gunungan Syawal Keraton Surakarta
Beskap Solo
Beskap berasal dari kata Belanda “beschaafd” yang berarti “beradab”. Istilah ini menggambarkan filosofi masyarakat Jawa yang menjunjung tinggi adab dan sopan santun dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam cara berpakaian.
Beskap diperkenalkan pada akhir abad ke-18 oleh kalangan kerajaan di wilayah Vorstenlanden, yaitu wilayah kerajaan-kerajaan Jawa yang termasuk Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta.
Awalnya, beskap merupakan bagian dari busana jawi jangkep, yaitu pakaian adat lengkap yang terdiri atas atasan (beskap), bawahan (jarik atau kain batik panjang), belangkon sebagai penutup kepala, dan keris sebagai simbol kehormatan.
Beskap mulai digunakan dalam berbagai upacara penting, seperti pernikahan, peringatan hari besar, dan acara keraton. Seiring waktu, beskap berkembang menjadi pakaian resmi yang digunakan di berbagai acara kenegaraan maupun budaya.
Ciri Khas dan Desain Beskap Solo
Beskap Solo memiliki desain khas yang membedakannya dari jenis beskap daerah lain, seperti Yogyakarta atau Banyumas. Dari segi model asimetris, beskap Solo bagian bawah lebih pendek di belakang dan lebih panjang di depan.
Desain ini dibuat untuk memberikan ruang bagi penyimpanan keris yang diselipkan di bagian belakang tubuh.
Dari segi kancing, beskap Solo memiliki kancing yang tidak berada di tengah, tapi menyamping. Kancing ini biasanya besar dan terlihat mencolok, menjadi ciri estetika sekaligus identitas desain Solo.
Beskap umumnya terbuat dari kain polos seperti beludru atau bahan berbahan keras agar bentuknya kaku dan tampak formal. Warna yang paling umum adalah hitam, namun untuk acara tertentu juga digunakan warna lain seperti maroon, biru tua, atau coklat tua.
Beskap Solo memiliki kerah tinggi tanpa lipatan (seperti kemeja modern), yang memberi kesan elegan dan anggun. Pakaian adat ini tidak memiliki belahan tengah seperti jas barat pada umumnya.

Filosofi dan Makna Beskap
Masyarakat Jawa memegang prinsip “Ajining dhiri saka lathi, ajining raga saka busana”, yang berarti kehormatan seseorang terlihat dari ucapannya dan kehormatan tubuh terlihat dari pakaiannya.
Oleh karena itu, beskap bukan hanya sebagai pelindung tubuh atau simbol status, tapi memiliki makna filosofis.
Beskap biasanya dipakai oleh pria dewasa dalam momen penting sebagai simbol kesiapan menjalani peran sosial yang lebih besar, seperti menjadi suami atau pemimpin. Dalam hal ini, beskap memiliki simbol kedewasaan.
Dalam konteks acara adat atau spiritual, beskap dipandang sebagai busana suci yang menggambarkan kesiapan batin dan kesungguhan hati untuk menjalani prosesi. Bentuknya yang rapi, tegas, dan elegan memunculkan aura wibawa.
Beskap sering dipadukan dengan keris yang menyimbolkan tanggung jawab dan keberanian. Gabungan keduanya mengajarkan bahwa seorang pria harus memiliki kekuatan lahir dan batin, serta selalu bersandar pada nilai-nilai ketuhanan.
Ragam Beskap Berdasarkan Fungsi dan Status Sosial
Dalam budaya Solo, pemilihan beskap tidak sembarangan. Jenis, warna, dan motif kain bisa menunjukkan kedudukan sosial atau fungsi acaranya. Beskap Abrit, mislanya. Jenis ini digunakan oleh pengantin pria pada saat resepsi. Biasanya berwarna merah maroon dan dilengkapi dengan aksesoris lengkap.
Selanjutnya, Beskap Hitam, umumnya dipakai dalam upacara formal seperti pernikahan, pelantikan, atau peringatan kenegaraan. Beskap Putih, digunakan dalam upacara keagamaan atau kegiatan spiritual sebagai lambang kesucian dan ketulusan.
Beskap Berbordir, memiliki hiasan bordir emas atau perak, biasanya dikenakan oleh keluarga bangsawan atau tokoh penting dalam acara resmi.

Makna Keseluruhan : Sinergi antara Blangkon dan Beskap
Belangkon dan beskap bukan sekadar dua elemen terpisah. Keduanya membentuk kesatuan busana yang penuh makna dalam tradisi Jawa. Beskap sebagai simbol sikap lahiriah, yaitu tanggung jawab, kejantanan, dan kehormatan.
Sementara belangkon sebagai simbol sikap batiniah, seperti pengendalian diri, kesadaran spiritual, dan ketundukan kepada nilai-nilai luhur.
Ketika seorang pria mengenakan belangkon dan beskap lengkap, ia bukan hanya sedang berdandan, melainkan mempersiapkan diri untuk memasuki suatu fase kehidupan yang penting dan penuh tanggung jawab.
Peran Belangkon dan Beskap dalam Masyarakat Modern
Meski zaman terus berubah dan gaya berpakaian semakin modern, belangkon dan beskap masih memiliki tempat istimewa dalam kehidupan masyarakat Jawa, terutama di Solo. Keduanya dipakai dalam acara pernikahan adat, wisuda, upacara kenegaraan, peringatan budaya, hingga pertunjukan seni.
Bahkan saat ini, banyak desainer muda Indonesia yang mencoba mengangkat kembali pesona belangkon dan beskap Solo dalam busana kontemporer, dengan memadukannya dalam gaya ethnic modern tanpa menghilangkan nilai tradisionalnya.
Hal ini menunjukkan bahwa warisan budaya tak lekang oleh waktu dan tetap relevan dalam berbagai konteks zaman. Melalui belangkon dan beskap, kita bisa memahami bagaimana leluhur Jawa mengajarkan cara berpakaian yang tidak hanya indah secara visual, tetapi juga sarat makna dan ajaran kehidupan.
Dalam dunia yang serba cepat dan instan seperti sekarang, tradisi seperti ini mengajarkan kita tentang pentingnya kesadaran, ketenangan, dan penghormatan terhadap diri sendiri dan sesama.
Mengenakan belangkon dan beskap adalah bentuk penghormatan terhadap akar budaya yang telah membentuk karakter bangsa Indonesia, yaitu santun, berwibawa, dan penuh kebijaksanaan.
Follow akun instagram Jateng Kita untuk informasi menarik lainnya!