Desoekarnoisasi Orde Baru hingga Rehabilitasi di Era Reformasi

Desoekarnoisasi Orde Baru hingga Rehabilitasi di Era Reformasi
(Gambar : Pinterest)

Jatengkita.id – Soekarno, sebagai proklamator kemerdekaan dan presiden pertama Indonesia, adalah sosok yang membentuk fondasi politik dan ideologi bangsa. Namun, warisan politiknya mengalami distorsi di bawah pemerintahan Orde Baru (Orba) yang dipimpin oleh Soeharto.

Melalui kebijakan desoekarnoisasi, pengaruh Soekarno secara sistematis dihapus dari ruang publik dan narasi sejarah resmi. Pasca-Orde Baru, era Reformasi justru mengembalikan nama Soekarno sebagai tokoh penting bangsa.

Artikel ini akan membahas tiga aspek yang meliputi menguatnya PDIP yang berideologi Soekarno, kilas balik kebijakan desoekarnoisasi di era Orde Baru, dan upaya rehabilitasi Soekarno di era Reformasi.

PDIP : Kebangkitan Ideologi Soekarno di Era Reformasi

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dalam beberapa tahun terakhir menjadi salah satu partai besar di Indonesia. Keikutsertaan partai ini dalam pemilu ataupun pilkada serta posisi anggota partai dalam parlemen sudah bisa menggambarkan seberapa besar partai ini di pemerintahan Indonesia.

PDIP sendiri muncul sebagai kekuatan politik besar yang menempatkan ajaran Soekarno sebagai landasan ideologis partai. Ajaran Soekarno, terutama Marhaenisme, menekankan keadilan sosial dan kedaulatan rakyat kecil yang menjadi dasar perjuangan PDIP.

Dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri, putri Soekarno, PDIP berkembang pesat terutama setelah jatuhnya Orde Baru. Pemilu 1999 menjadi momen penting kebangkitan PDIP. Partai ini meraih suara terbanyak dalam pemilu pertama yang demokratis setelah kejatuhan Soeharto.

Megawati, meskipun awalnya tidak terpilih sebagai presiden, akhirnya menjabat sebagai presiden kelima Indonesia pada 2001. Kebangkitan PDIP ini memperlihatkan bagaimana ajaran Soekarno masih berakar kuat di hati rakyat Indonesia, terutama mereka yang merasa terpinggirkan selama rezim Orde Baru.

PDIP juga aktif memperjuangkan kebijakan pro-rakyat, termasuk berbagai program yang menitikberatkan pada kesejahteraan masyarakat kecil. Kebijakan-kebijakan ini mencerminkan semangat kerakyatan yang pernah diperjuangkan Soekarno di masa jayanya.

Dalam berbagai pidatonya, Megawati kerap mengutip ajaran Soekarno. Hal ini menegaskan bahwa PDIP adalah penerus sah perjuangan politik ayahnya.

Kilas Balik : Desoekarnoisasi di Era Orde Baru

Setelah peristiwa G30S/PKI pada 1965, Soekarno secara bertahap kehilangan kekuasaan. Soeharto, yang saat itu menjabat sebagai Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad), mengambil alih kekuasaan melalui Supersemar.

Dengan dalih menjaga stabilitas nasional, Soeharto memulai kebijakan desoekarnoisasi yang bertujuan untuk menghapus pengaruh Soekarno dari politik Indonesia. Salah satu bentuk nyata desoekarnoisasi adalah penghapusan nama Soekarno dari ruang publik.

Nama Stadion Gelora Bung Karno diubah menjadi Stadion Utama Senayan dan berbagai simbol Soekarno lainnya dihilangkan. Selain itu, buku-buku sejarah yang diajarkan di sekolah-sekolah mengurangi peran Soekarno dalam perjuangan kemerdekaan.

Hal ini dapat dibuktikan dari beberapa literatur sejarah seperti Sejarah Nasional Indonesia, di mana dalam literatur tersebut terdapat beberapa narasi yang seakan-akan memojokkan dan menyalahkan Soekarno. Narasi sejarah yang dominan pada masa Orde Baru menonjolkan Soeharto sebagai penyelamat bangsa dari ancaman komunisme dan kekacauan politik.

Soekarno dianggap bertanggung jawab atas ketidakstabilan politik dan hubungan erat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Bahkan, hingga akhir hayatnya pada 1970, Soekarno tidak diberikan penghormatan kenegaraan yang layak.

Hal ini terlihat miris mengingat Soekarno sendiri memiliki peran yang cukup besar dalam upaya kemerdekaan Republik Indonesia. Adanya kebijakan ini disinyalir beririsan juga dengan kontroversi yang terjadi pada peristiwa penyerahan kekuasaan dan kepresidenan Soekarno kepada Soeharto. 

Upaya-upaya pengerdilan Soekarno pada masa Orde Baru
(Gambar : Pinterest)

Era Reformasi : Rehabilitasi Nama Soekarno

Reformasi 1998 menandai berakhirnya kekuasaan Soeharto dan membuka ruang untuk merehabilitasi nama Soekarno. Langkah awal yang penting adalah pengembalian nama Stadion Gelora Bung Karno pada 2001, yang menjadi simbol bahwa Soekarno kembali dihormati.

Selain itu, pemerintah menetapkan 01 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila untuk menghormati pidato Soekarno pada 1945 yang memperkenalkan Pancasila sebagai dasar negara. Keluarga Soekarno juga mendapatkan tempat kembali di kancah politik nasional.

Megawati Soekarnoputri, yang sempat dimarginalkan di era Orde Baru, akhirnya menjadi presiden kelima Indonesia. Keterpilihan Megawati bukan hanya simbol kembalinya keluarga Soekarno ke panggung politik, tetapi juga bentuk penghormatan terhadap warisan ideologi Soekarno.

Upaya rehabilitasi ini juga tercermin dalam revisi kurikulum sejarah. Buku-buku sejarah pasca-Reformasi menempatkan kembali Soekarno sebagai tokoh sentral dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Narasi sejarah mulai lebih berimbang dengan mengakui peran Soekarno dalam merumuskan Pancasila dan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia di tengah dinamika politik global saat itu.

Antitesis Desoekarnoisasi : Pembalikan Narasi

Reformasi tidak hanya sekadar mengembalikan nama Soekarno, tetapi juga menjadi antitesis langsung terhadap kebijakan desoekarnoisasi. Jika Orde Baru berusaha menghapus jejak Soekarno, maka Reformasi justru mengembalikan warisan Soekarno ke tempat yang layak dalam sejarah bangsa.

Era Reformasi menekankan nilai-nilai yang pernah diperjuangkan Soekarno, seperti demokrasi, keadilan sosial, dan kedaulatan rakyat. Selain kebijakan simbolis, langkah-langkah nyata dalam penguatan demokrasi menunjukkan semangat Soekarno.

Misalnya, desentralisasi kekuasaan melalui otonomi daerah mencerminkan prinsip kedaulatan rakyat yang selalu diperjuangkan Soekarno. Kebebasan pers dan kebebasan berpendapat yang dijamin di era Reformasi juga sejalan dengan semangat Soekarno yang selalu menghargai dinamika politik yang bebas.

Soekarno dan Dinamika Politik Indonesia

Perjalanan sejarah Soekarno adalah cermin dari dinamika politik Indonesia. Dari masa keemasannya sebagai pemimpin revolusi, masa suram di era desoekarnoisasi, hingga rehabilitasi di era Reformasi, Soekarno tetap menjadi sosok penting dalam perjalanan bangsa.

Kebangkitan PDIP dan upaya reformasi untuk mengembalikan nama baik Soekarno menunjukkan bahwa warisan ideologi Soekarno masih relevan. Sejarah telah membuktikan bahwa nilai-nilai yang diperjuangkan Soekarno tidak bisa dihapuskan begitu saja, karena telah tertanam kuat dalam jiwa bangsa Indonesia.

Disisi lain, adanya peristiwa tersebut juga menjadi salah satu bentuk dari sejarah Indonesia tidaklah selalu menunjukan sisi putihnya saja. sejarah memiliki sisi lain yang agaknya perlu kita sikapi dengan bijak agar kedepannya kita tidak melakukan kesalahan yang sama untuk kedua kalinya.

Pilihan unutk Anda : Kontroversi dalam Pilpres di Indonesia dari 2004 hingga 2024