Filosofi Kupat Lepet, Kuliner Jawa Khas Lebaran

Filosofi Kupat Lepet, Kuliner Jawa Khas Lebaran
(Gambar : istockphoto.com)

Jatengkita.id – Perayaan lebaran di Indonesia tidak pernah lepas dari kehadiran kuliner khas yang menjadi simbol tradisi dan kebersamaan. Salah satu hidangan yang selalu ada dalam perayaan Idulfitri, khususnya di kalangan masyarakat Jawa adalah kupat lepet.

Hidangan ini merupakan dua jenis makanan tradisional berbahan dasar beras dan ketan yang selalu hadir dalam perayaan Idulfitri. Kupat, atau lebih dikenal sebagai ketupat, adalah hidangan berbahan dasar beras yang dibungkus dalam anyaman janur dan direbus hingga matang.

Sementara itu, lepet adalah makanan berbahan ketan yang dicampur dengan santan dan kacang, kemudian dibungkus dengan daun kelapa atau daun pisang sebelum dikukus.

Tak hanya sekadar makanan, kupat lepet memiliki makna filosofis yang mendalam dalam budaya masyarakat Jawa. Hidangan ini mencerminkan kesucian, kebersamaan, serta harapan akan kehidupan yang lebih baik setelah menjalani ibadah puasa di bulan Ramadan.

Dalam artikel ini, kita akan membahas secara mendalam tentang sejarah kupat lepet, cara pembuatannya, makna filosofisnya, serta bagaimana masyarakat Indonesia, khususnya orang Jawa, menjadikannya sebagai bagian dari tradisi Lebaran.

Baca juga : Mengenal Ragam Tradisi Lebaran Masyarakat Jawa

Sejarah dan Asal Usul Kupat Lepet

Ketupat bukan sekadar makanan, tetapi juga bagian dari sejarah penyebaran Islam di tanah Jawa. Salah satu tokoh yang memopulerkan ketupat dalam perayaan lebaran adalah Sunan Kalijaga yang merupakan seorang wali yang menyebarkan Islam dengan pendekatan budaya lokal.

Menurut catatan sejarah, Sunan Kalijaga menggunakan ketupat sebagai simbol ajaran Islam dalam masyarakat Jawa. Kata “ketupat” berasal dari bahasa Jawa “kupat”, yang memiliki makna “ngaku lepat” atau mengakui kesalahan.

Tradisi ketupat kemudian berkembang sebagai simbol saling memaafkan dan pembersihan diri setelah menjalani ibadah Ramadan. Selain itu, Sunan Kalijaga juga mengaitkan ketupat dengan “laku papat” atau empat perilaku utama.

Perilaku tersebut adalah lebaran (berakhirnya masa puasa), luberan (simbol berbagi rezeki dengan orang lain), leburan (lambang melebur dosa dengan saling memaafkan), dan laburan (mengajak umat Islam untuk menjaga kesucian hati dan pikiran).

Dari ajaran inilah ketupat menjadi makanan khas dalam perayaan Idulfitri dan terus lestari hingga kini.

Berbeda dengan ketupat yang erat kaitannya dengan Islam, lepet berasal dari tradisi masyarakat di Jawa. Kata “lepet” berasal dari bahasa Jawa “lepetan”, yang berarti melekat atau erat.

Makanan ini dibuat dari beras ketan yang dimasak dengan santan dan kacang tanah, lalu dibungkus dengan daun kelapa atau daun pisang. Teksturnya yang lengket melambangkan hubungan sosial yang erat, baik dalam keluarga maupun masyarakat.

Seiring berjalannya waktu, kupat dan lepet disajikan bersama sebagai simbol keseimbangan. Ketupat mencerminkan kesucian dan pengakuan dosa. Dan lepet melambangkan kebersamaan dan ikatan sosial yang erat.

Karena nilai filosofisnya yang kuat, kupat lepet tidak hanya disajikan saat lebaran, tetapi juga dalam acara tradisional seperti selamatan, kenduri, dan hajatan.

(Gambar : istockphoto.com)

Makna Filosofis Kupat Lepet dalam Budaya Jawa

Ketupat memiliki makna filosofis yang mendalam dalam budaya Jawa.

  1. Ngaku Lepat (Mengakui Kesalahan)
    Mengajarkan bahwa manusia tidak luput dari dosa dan perlu meminta maaf kepada sesama.
  2. Anyaman Janur Kelapa
    Melambangkan perjalanan hidup manusia yang penuh dengan ujian dan kesalahan.
  3. Isi Putih Bersih
    Ketupat yang dibelah menunjukkan isi beras yang putih, melambangkan hati yang kembali suci setelah Ramadan..
  4. Bentuk Segi Empat
    Mencerminkan keseimbangan dalam kehidupan, baik hubungan dengan Tuhan, sesama manusia, maupun alam.

Lepet juga memiliki simbolisme yang mencerminkan nilai sosial masyarakat Jawa.

  • Bahan Ketan yang Lengket
    Melambangkan persaudaraan yang erat dan tidak mudah terpisahkan.
  • Kacang sebagai Isi Lepet
    Menunjukkan keberagaman dalam persatuan, di mana setiap orang memiliki peran dalam masyarakat.
  • Bungkusan Daun yang Kuat
    Melambangkan kekuatan persatuan yang harus dijaga bersama.

Dengan makna yang mendalam ini, kupat lepet menjadi lebih dari sekadar makanan, tetapi juga pengingat akan pentingnya menjaga hubungan baik dengan sesama.

Kupat Lepet dalam Tradisi Lebaran di Jawa

Di berbagai daerah di Jawa, tradisi menyajikan kupat lepet saat lebaran masih sangat kuat. Beberapa kebiasaan yang masih dilakukan hingga kini adalah dibagikan kepada tetangga dan kerabat sebagai bentuk silaturahmi dan berbagi berkah.

Kupat juga disajikan dengan opor dan sambal goreng ati. Hidangan ini menjadi menu wajib saat lebaran. Di beberapa daerah, kupat lepet ada yang digantung di rumah sebagai simbol keberkahan dan perlindungan.

Di tengah arus modernisasi, kehadiran kupat lepet dalam setiap perayaan Idulfitri mengingatkan kita akan pentingnya menjaga tradisi, merawat nilai-nilai kebersamaan, serta meneruskan pesan leluhur tentang kesederhanaan dan ketulusan hati.

kupat lepet
Tradisi menggantung kupat lepet di rumah (Gambar : istockphoto.com)

Proses Pembuatan Kupat

Bahan :

  • Beras (1 kg)
  • Daun janur kelapa (secukupnya)
  • Air secukupnya

Langkah pembuatan :

  1. Janur kelapa dianyam hingga membentuk ketupat.
  2. Beras direndam selama 30 menit agar lebih pulen.
  3. Ketupat yang sudah jadi diisi beras setengah penuh agar ada ruang untuk mengembang.
  4. Merebus ketupat selama 4–5 jam hingga matang sempurna.
  5. Ketupat digantung agar airnya benar-benar kering sebelum disajikan.

Proses Pembuatan Lepet

Bahan :

  • Beras ketan (1 kg)
  • Santan (500 ml)
  • Kacang tanah (200 gram)
  • Garam secukupnya
  • Daun kelapa atau daun pisang

Langkah pembuatan :

  1. Ketan direndam selama beberapa jam agar lebih lembut.
  2. Masak ketan dengan santan, tmbahkan garam dan kacang tanah.
  3. Adonan ketan dibungkus dengan daun kelapa atau daun pisang.
  1. Dimasak selama 2–3 jam hingga matang.

Follow akun instagram Jateng Kita untuk informasi menarik lainnya!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *