Tumbangnya Rezim Assad di Suriah Jadi Awal Pembebasan Palestina

Tumbangnya Rezim Assad di Suriah Jadi Awal Pembebasan Palestina
(Gambar : gazamedia.net)

Jatengkita.id – Rezim Bashar Al Assad resmi tumbang pada Ahad (08/12/2024). Kelompok oposisi yang dipimpin Hay’at Tahrir Syam (HTS) berhasil menguasai daerah-daerah penting seperti Damaskus, Aleppo, Homs, dan Hama. Kebebasan Suriah dari rezim kejam ini menjadi asa bagi kemerdekaan Palestina.

Hal tersebut didasarkan pada histori panjang dari zaman Khalifah Umar bin Khattab pada tahun 637 masehi membebaskan Palestina. Kemudian, berlanjut pada tahun 1187 masehi, yaitu pembebasan Al-Aqsa oleh Shalahuddin Al Ayyubi. Kedua peristiwa tersebut sama-sama didahului oleh pembebasan Suriah atau Damaskus.

Roadmap Nabawiyah

Melansir dari gazamedia, Abdul Fattah El-Awaisi dalam bukunya berjudul Roadmap Nabawiyah Pembebasan Baitul Maqdis menyebutkan bahwa pembebasan Palestina sudah dimulai sejak zaman Rasulullah SAW.

Pada tahun 637 masehi, Khalifah Umar bin Khattab bersama para sahabat seperti Abu Ubaidah bin Jarrah, Khalid bin Walid, Amru bin Ash, dan sahabat lainnya memulai pembebasan Palestina dengan terlebih dulu menaklukkan Suriah.

Roadmap tersebut dinilai menjadi strategi praktis yang menuntut kesadaran, persiapan, dan sinergitas umat Islam di dunia. Hal ini mengingat kondisi umat muslim saat itu dalam kekangan kekuatan Bizantium. Umat muslim akhirnya berhasil meraih kemenangan karena kekuatan spiritual dalam menegakkan ketauhidan serta persatuan muslim dari berbagai penjuru dunia.

Selain peristiwa pembebasan Palestina di masa Khalifah Umar bin Khattab, berlanjut pada tahun 1187 masehi, Shalahuddin Al Ayyubi bersama pasukannya juga berhasil membebaskan Al-Aqsa. Saat itu, mereka harus mengalahkan pasukan salib yang ingin merebut Damaskus. Shalahuddin Al Ayyubi bekerja sama dengan Mesir dan negeri-negeri Syam lainnya untuk meraih kemenangan.

El-Awaisi juga mengungkapkan bahwa perjuangan membebaskan Palestina bukan impian utopis. Perjuangannya bukan hanya fisik, tapi juga perjuangan pemikiran, ekonomi, dan budaya untuk membangun kekuatan umat muslim.

Rezim Assad di Suriah resmi tumbang pada 08 Desember 2024
(Gambar : gazamedia.net)

Tumbangnya Rezim Bashar Al Assad

Oposisi HTS berhasil menguasai Damaskus dan secara resmi menyatakan kemerdekaan warga Suriah setelah Assad melarikan diri ke luar negeri. Jatuhnya pemerintahan setengah abad tersebut hanya berlangsung dalam waktu singkat, yaitu 12 hari.

HTS memiliki kaitan erat dengan Al-Qaeda yang diframing sebagai teroris oleh Barat dan Amerika. Namun, ideologi HTS kini berbeda dengan dulu. Jika sebelumnya mereka berjihad untuk kepentingan internasional, maka jihad HTS kini hanya ditujukan untuk pembebasan Suriah dari rezim Assad.

Rezim Assad dikenal dengan kekasaran dan kebrutalannya dalam menghadapi gejolak pemberontakan. Menurut jurnalis Anadolu Agency, Muhammad Pizaro, sebanyak 500 ribu jiwa menjadi korban kekejaman rezim Assad sejak revolusi Suriah tahun 2011.

Selain puncak kemarahan rakyat Suriah, ada beberapa faktor pendukung lain yang turut serta melancarkan kejatuhan rezim ini. Rusia dan Iran yang dikenal sebagai sekutu Suriah sedang teralihkan fokus pada masalahnya masing-masing. Rusia dengan Ukraina dan Iran dengan Israel.

Hal tersebut juga ditambah dengan kekalahan besar Hizbullah yang belum pernah terjadi sebelumnya. Hizbullah sendiri juga menjadi rekanan Suriah dalam politik global.

Peran Amerika-Israel dan Turkiye

Amerika dan Israel disinyalir sebagai dalang dari kejatuhan rezim Assad. Namun, hal tersebut dibantah oleh Duta Besar Suriah untuk Indonesia, Abdul Monem Annan yang menyatakan bahwa tidak ada campur tangan Amerika dan israel dalam kejatuhan rezim Assad.

Turkiye, di lain sisi, dengan sangat cerdik memanfaatkan momentum kekosongan ini dengan mendukung revolusi Suriah melalui oposisi untuk menumbangkan rezim Assad. Sebelumnya, Turkiye mengetahui rencana Israel dengan negara-negara di kawasan untuk menggulingkan Bashar Al Assad secara halus.

Namun, Turkiye berhasil memobilisasi Rusia dan Iran dan ditambah dengan warga Suriah yang menginginkan kemerdekaan. Mereka tidak ingin adanya boneka yang ditempatkan dalam pemerintahan Suriah jika Amerika dan Israel mengintervensi penggulingan Bashar al Assad.

Terbaru untuk Anda : Gabung BRICS, Apa Peluang dan Tantangan Indonesia?