Jelajah Pura Mangkunegaran Surakarta, Arsitekturnya Elit!

Jelajah Pura Mangkunegaran Surakarta, Arsitekturnya Elit!
(Gambar : FYP Media)

Jatengkita.id – Pura Mangkunegaran merupakan istana resmi milik Kadipaten Mangkunegaran yang berlokasi di Kota Surakarta, Jawa Tengah. Istana ini menjadi pusat pemerintahan sekaligus tempat tinggal resmi para Adipati Mangkunegaran.

Pada awalnya, bangunan tersebut bukanlah istana, melainkan kediaman Patih Sindureja, seorang pejabat tinggi dalam Kesunanan Surakarta. Namun, setelah penandatanganan Perjanjian Salatiga pada tahun 1757, bangunan itu diserahkan kepada Raden Mas Said.

Ia kemudian membangun dan memperluasnya, mengikuti gaya arsitektur keraton sebagai simbol berdirinya Kadipaten Mangkunegaran. Penyerahan ini sekaligus menandai lahirnya kekuasaan Raden Mas Said sebagai pemimpin baru dengan gelar Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I.

Pura Mangkunegaran dibangun dengan struktur arsitektur khas istana Jawa, yang mencerminkan tatanan simbolis dan sosial kerajaan.

Kompleks bangunannya terdiri dari beberapa bagian penting seperti pamédan (halaman luas untuk kegiatan militer dan upacara), pendhapa (aula utama untuk pertemuan), pringgitan (ruang penghubung untuk pertunjukan wayang), dalem (ruang utama kediaman adipati), serta keputrèn (area khusus bagi keluarga perempuan istana).

Keseluruhan bangunan dikelilingi oleh tembok tinggi yang menjaga privasi dan keamanan, kecuali pada bagian pamédan yang hanya dibatasi pagar besi. Tata ruang ini meniru sistem keraton besar lainnya.

Hal tersebut menandakan posisi Mangkunegaran sebagai kekuatan politik dan budaya yang mandiri, meskipun berada di tengah pengaruh Kesunanan Surakarta.

Seiring berjalannya waktu, Pura Mangkunegaran mengalami sejumlah perubahan, terutama pada sisi estetik dan gaya dekoratifnya. Gaya arsitektur asli yang kental dengan unsur tradisional Jawa perlahan mendapat sentuhan Eropa, mengikuti selera dan pengaruh budaya yang berkembang pada masa itu.

Perpaduan gaya ini mencerminkan kemampuan adaptasi Mangkunegaran terhadap perubahan zaman, sekaligus memperlihatkan interaksi budaya antara elit Jawa dan kolonial Eropa.

Dengan demikian, Pura Mangkunegaran tidak hanya menjadi pusat kekuasaan dan budaya, tetapi juga simbol akulturasi dan transformasi sosial-politik yang berlangsung di Jawa pada masa kolonial.

(Gambar : griyasatria.co.id)

Baca juga : Menyusuri Pelestarian Seni Lewat Balai Soedjatmoko Solo

Arsitektur 

Pura Mangkunegaran merupakan representasi harmonis dari percampuran dua gaya arsitektur yang berbeda, yakni arsitektur tradisional Jawa dan gaya arsitektur Empire yang berasal dari Prancis. Pengaruh gaya Eropa dalam struktur Pura Mangkunegaran sangat kentara dalam beberapa elemen penting.

Salah satunya adalah penggunaan gable, yaitu struktur atap berbentuk segitiga yang tersusun dari dua bidang atap yang saling berlawanan arah. Selanjutnya ada dormer, yakni jendela atau lubang angin yang dipasang pada bagian atap, yang dapat ditemukan di hampir seluruh bangunan utama.

Selain itu, tampilan atap bersegi banyak yang diterapkan pada bagian sayap bangunan seperti Pringgitan dan Pracimayasa menambah kesan artistik dan menunjukkan pengaruh desain khas Eropa.

Elemen penting lainnya adalah penggunaan tiang besi bergaya kolonial yang berfungsi sebagai penyangga atap pada bagian emperan di berbagai sisi bangunan. Konsep ini mempertegas nuansa kolonial yang kental.

Lebih jauh, arsitektur bergaya Eropa juga dihadirkan melalui ornamen dan hiasan dekoratif yang mengesankan.

Ornamen tersebut antara lain relief berbentuk malaikat, kaca patri berwarna, lampu gantung kristal, serta berbagai aksen visual khas Eropa lainnya yang membuat interior dan eksterior bangunan terlihat megah dan elegan.

Tak hanya itu, tata letak bangunan Pura Mangkunegaran juga memperlihatkan pengaruh arsitektur kolonial. Bangunan utama diarahkan menghadap ke halaman terbuka luas, serta bangunan-bangunan pendukung mengelilinginya dan menghadap ke pusat sebagai bentuk tata ruang hierarkis.

Orientasi seperti ini dimaksudkan agar raja atau pemimpin dapat memantau secara langsung aktivitas dan perilaku para pejabat dan pelayannya.

Susunan ini mencerminkan nilai-nilai administratif dan kontrol kekuasaan khas yang diperkenalkan oleh sistem kolonial, namun tetap dibalut dengan struktur dan nuansa budaya lokal.

Sementara unsur gaya Eropa begitu kuat, Pura Mangkunegaran tetap mempertahankan identitas lokalnya melalui penerapan unsur-unsur arsitektur Jawa yang mendalam.

Hal ini terlihat pada bentuk-bentuk atap joglo, tiang saka guru, dan hiasan-hiasan tradisional yang menghiasi bagian dalam maupun luar bangunan. Salah satu elemen penting dalam arsitektur Jawa yang diterapkan adalah konsep aling-aling.

Konsep ini semacam penyekat visual yang mencegah pandangan langsung dari luar ke bagian dalam kompleks istana. Hal ini bertujuan sebagai bentuk pelindung spiritual sekaligus menjaga privasi.

Lebih dalam lagi, struktur bangunan Pura Mangkunegaran juga mengikuti prinsip-prinsip kosmologi Jawa yang sakral. Posisi bangunan utama berada di tengah-tengah sebagai pusat mandala dan arah hadap bangunan yang mengarah ke selatan sebagai simbol koneksi dengan Ratu Kidul, penguasa Laut Selatan.

Hal ini menunjukkan bahwa selain sebagai tempat tinggal dan administrasi, istana juga berfungsi sebagai titik spiritual dan pusat kekuasaan yang bersandar pada legitimasi kosmis. Pembagian ruang dalam istana pun mengikuti struktur hierarkis arsitektur Jawa, di mana tingkat privasi menentukan aksesibilitas.

Bagian depan seperti Pendhapa Ageng terbuka untuk masyarakat umum, sedangkan Pringgitan hanya dapat dikunjungi oleh tamu kehormatan.  Bagian terdalam yaitu Dalem Ageng hanya diperuntukkan bagi keluarga Mangkunegaran dan abdi dalem terdekat.

Keseluruhan tata ruang ini mencerminkan keteraturan sosial dan spiritual masyarakat Jawa yang sangat kental dalam kehidupan istana.

Pura Mangkunegaran
(Gambar : solopos.com)

Bagian – bagian bangunan

Setelah melewati gerbang utama Pura Mangkunegaran, pengunjung akan disambut oleh area lapang bernama pamedan. Lapangan ini merupakan alun-alun terbuka yang dahulu berfungsi sebagai tempat latihan militer bagi prajurit Legiun Mangkunegaran.

Di sisi timur lapangan ini berdiri bangunan markas pasukan infanteri dan kavaleri yang menyerupai benteng kecil. Hal ini menandakan peran penting militer dalam struktur kekuasaan Mangkunegaran pada masa lalu.

Pintu gerbang kedua membawa pengunjung menuju halaman dalam yang menjadi lokasi berdirinya Pendhapa Ageng. Bangunan utama ini bergaya joglo dengan luas mencapai 3.500 meter persegi.

Penyangga atapnya berupa tiang-tiang kayu persegi besar yang diambil dari pohon-pohon di Alas Kethu, sebuah hutan milik Mangkunegaran di kawasan perbukitan Wonogiri. Menariknya, seluruh bangunan ini dirancang dan didirikan tanpa menggunakan paku.

Metode tersebut mencerminkan keahlian teknik bangunan tradisional Jawa. Warna utama pendopo adalah hijau dan kuning. Warna tersebut merupakan ciri khas keluarga Mangkunegaran yang disebut paré anom.

Hiasan langit-langitnya mengandung simbol astrologi Hindu-Jawa dan dihiasi deretan lampu gantung antik. Dahulu, tamu duduk bersila di lantai, hingga akhirnya kursi mulai digunakan pada masa pemerintahan Mangkunegara VI di akhir abad ke-19.

Di dalam pendopo tersimpan gamelan-gamelan pusaka seperti Kyai Seton, Kyai Kanyut Mesem, dan Lipur Sari, yang hanya dimainkan dalam upacara atau acara tertentu.

Di bagian belakang Pendhapa Ageng, terdapat beranda terbuka bernama Pringgitan, yang menjadi penghubung antara pendopo dengan ruangan utama Dalem Ageng. Ruang ini dulunya merupakan kamar tidur pengantin kerajaan dan memiliki luas sekitar 1.000 meter persegi.

Kini ruangan tersebut dialihfungsikan menjadi museum yang menampilkan berbagai koleksi berharga dari masa lalu.

Museum ini memamerkan koleksi perhiasan kerajaan, senjata tradisional, pakaian-pakaian bangsawan, medali kehormatan, perlengkapan wayang, uang kuno, foto-foto para Adipati Mangkunegaran, serta aneka barang seni lainnya yang mencerminkan kekayaan budaya dan sejarah panjang Kadipaten Mangkunegaran.

Di area lebih dalam dari istana, tepat di belakang Dalem Ageng, terletak kediaman pribadi keluarga bangsawan Mangkunegaran. Meski menjadi bagian dari kompleks kerajaan, suasana tempat ini tetap terasa tenang dan sejuk, menyerupai kediaman pedesaan yang dihuni oleh para bangsawan.

Taman di sekitarnya dipenuhi oleh bunga-bunga, semak-semak hias, dan pepohonan rindang. Di dalam taman juga terdapat sangkar burung, kolam air mancur, dan patung-patung klasik bergaya Eropa.

Menghadap taman, berdiri bangunan oktagonal bernama Pracimayasa atau Beranda Dalem.  Di dalamnya terdapat tempat lilin, furnitur mewah khas Eropa, serta jendela-jendela besar berhias kaca patri berbingkai emas.

Masih di dalam lingkungan Pura Mangkunegaran, terdapat sebuah taman yang baru direvitalisasi bernama Pracima Tuin, terletak di sisi barat kompleks. Pracima Tuin kini menggabungkan unsur sejarah dengan fungsionalitas modern.

Di taman ini berdiri dua bangunan penting, yakni Pracimasana dan Pracimaloka. Pracimasana difungsikan sebagai restoran yang menyajikan hidangan khas keluarga Mangkunegaran dengan cita rasa perpaduan antara nusantara dan Eropa.

Sementara Pracimaloka dikonsep sebagai kafe santai untuk menikmati minuman ringan dan makanan kecil dalam suasana seperti pesta teh bangsawan. Selain taman dan area kuliner, di lingkungan Pura Mangkunegaran juga terdapat Perpustakaan Rekso Pustoko yang didirikan pada tahun 1867 oleh Mangkunegara IV.

Perpustakaan ini menempati lantai dua di atas kantor Dinas Urusan Istana yang berada di sebelah kiri pamedan. Hingga kini, perpustakaan ini masih aktif digunakan oleh para pelajar dan peneliti sejarah.

Koleksinya mencakup naskah kuno bersampul kulit, buku-buku berbahasa Jawa dan asing, foto-foto bersejarah, serta dokumen penting tentang perkebunan dan kepemilikan tanah Mangkunegaran.

Keberadaan perpustakaan ini menjadi bukti nyata komitmen Mangkunegaran terhadap pelestarian ilmu pengetahuan dan budaya.

Follow akun instagram Jateng Kita untuk informasi menarik lainnya!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *