Jatengkita.id – Sadarkah kamu banyak aktivitas yang biasa dilakukan di usia muda bisa berdampak pada kerusakan otak? Tanpa disadari, aktivitas tersebut yang dianggap normal oleh anak muda perlahan menjadi kebiasaan.
Bila dibiarkan, kebiasaan tersebut dapat mempercepat penurunan fungsi kognitif, menurunkan daya ingat, hingga memicu penyakit serius seperti Alzheimer, Parkinson, maupun stroke.
Padahal, otak merupakan organ vital yang berfungsi sebagai pusat kendali seluruh aktivitas tubuh, mulai dari berpikir, mengingat, mengendalikan emosi, hingga mengatur gerakan fisik.
Menjaga kesehatan otak sejak dini menjadi sangat penting, sebab kerusakan yang terjadi pada organ ini umumnya bersifat permanen dan sulit diperbaiki.
Artikel ini membahas secara lebih mendalam tentang 10 kebiasaan di usia muda yang dapat memicu kerusakan otak, berikut penjelasan mengapa kebiasaan tersebut berbahaya dan apa dampaknya terhadap kesehatan jangka panjang.
- Kurang Tidur
Tidur merupakan waktu terbaik bagi tubuh untuk melakukan regenerasi sel, termasuk sel-sel otak. Ketika seseorang kurang tidur, otak kehilangan kesempatan untuk memperbaiki diri.
Kebiasaan begadang, entah karena tugas kuliah, pekerjaan, atau sekadar bermain media sosial, bisa menurunkan konsentrasi dan daya ingat. Dalam jangka panjang, kurang tidur meningkatkan risiko gangguan kognitif, depresi, serta penyakit neurodegeneratif.
Studi ilmiah menunjukkan bahwa tidur selama 7–8 jam per malam sangat penting untuk menjaga kesehatan otak. Tidur yang cukup membantu membersihkan racun di otak, termasuk protein beta-amyloid yang berkaitan dengan Alzheimer.
Anak muda kerap mengandalkan makanan cepat saji, gorengan, serta minuman tinggi gula sebagai bagian dari gaya hidup sehari-hari. Sayangnya, makanan tersebut miskin nutrisi yang dibutuhkan otak.
Otak membutuhkan asupan lemak sehat seperti omega-3, vitamin B kompleks, serta antioksidan untuk bekerja optimal. Jika tubuh kekurangan zat-zat tersebut, risiko kerusakan sel otak semakin besar. Konsumsi gula berlebih juga dapat menurunkan kemampuan belajar dan mengingat.
Dalam jangka panjang, pola makan tidak sehat memperbesar risiko obesitas, diabetes, dan tekanan darah tinggi, yang semuanya berkontribusi pada penurunan fungsi otak.
- Jarang Berolahraga
Olahraga tidak hanya bermanfaat bagi tubuh, tetapi juga bagi otak. Aktivitas fisik membantu melancarkan peredaran darah, sehingga oksigen dan nutrisi dapat tersalurkan dengan baik ke sel-sel otak.
Ketika seseorang jarang berolahraga, aliran darah ke otak menjadi berkurang. Akibatnya, fungsi kognitif menurun, memori melemah, serta risiko demensia meningkat.
Penelitian menunjukkan bahwa olahraga rutin dapat merangsang produksi hormon yang mendukung pertumbuhan sel saraf baru (neurogenesis). Bahkan, aktivitas sederhana seperti berjalan kaki 30 menit setiap hari sudah terbukti mampu menjaga kesehatan otak.
- Konsumsi Alkohol Berlebihan
Meski sering dianggap bagian dari gaya hidup gaul, konsumsi alkohol berlebihan bisa merusak otak secara signifikan. Alkohol bersifat depresan yang menekan sistem saraf pusat.
Dalam jangka pendek, alkohol mengganggu koordinasi, daya ingat, serta kemampuan mengambil keputusan. Dalam jangka panjang, alkohol dapat menyusutkan volume otak, merusak sel saraf, serta meningkatkan risiko kerusakan permanen.
Kerusakan otak akibat alkohol seringkali tidak langsung terasa, tetapi muncul setelah bertahun-tahun konsumsi.
Rokok bukan hanya ancaman bagi paru-paru, melainkan juga otak. Zat beracun dalam rokok mempersempit pembuluh darah dan mengurangi aliran oksigen ke otak.
Kondisi ini dapat mempercepat penuaan otak, menurunkan daya ingat, serta meningkatkan risiko stroke dan demensia. Nikotin dalam rokok juga dapat memicu kecanduan, sehingga sulit untuk berhenti meski sudah tahu bahayanya.
Studi kesehatan menunjukkan bahwa perokok memiliki risiko dua kali lipat lebih besar mengalami penurunan fungsi kognitif dibandingkan non-perokok.

- Stres Kronis
Stres dalam jangka pendek memang wajar, bahkan kadang bisa meningkatkan kinerja. Namun, stres yang berkepanjangan justru merusak otak.
Ketika seseorang stres, tubuh melepaskan hormon kortisol. Jika kadar kortisol terlalu tinggi dalam waktu lama, hal ini bisa merusak hippocampus, yaitu bagian otak yang berperan dalam penyimpanan memori dan kemampuan belajar.
Anak muda sering menghadapi tekanan akademik, pekerjaan, maupun masalah sosial yang memicu stres kronis. Tanpa manajemen stres yang baik, kondisi ini bisa berujung pada depresi, kecemasan, bahkan penurunan kemampuan berpikir.
- Terlalu Sering Menatap Layar Gadget
Di era digital, penggunaan gadget memang sulit dihindari. Namun, terlalu lama menatap layar ponsel atau komputer dapat memengaruhi kesehatan otak.
Paparan cahaya biru dari layar gadget mengganggu pola tidur karena menekan produksi hormon melatonin. Selain itu, kebiasaan multitasking digital—misalnya berpindah cepat antara media sosial, chat, dan pekerjaan—dapat membuat otak mudah lelah serta menurunkan fokus.
Kebiasaan ini juga berisiko mengurangi kemampuan mengingat informasi jangka panjang, sebab otak terbiasa hanya memproses informasi secara singkat.
- Mengabaikan Sarapan
Sarapan sering dianggap sepele, padahal memiliki peran besar bagi kesehatan otak. Otak membutuhkan glukosa sebagai sumber energi utama untuk berpikir, belajar, dan berkonsentrasi.
Jika seseorang terbiasa melewatkan sarapan, otak kekurangan energi yang dibutuhkan. Akibatnya, mereka lebih mudah lelah, sulit fokus, dan daya ingat menurun.
Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak dan remaja yang rutin sarapan memiliki kemampuan akademik lebih baik dibandingkan mereka yang sering melewatkannya. Hal ini juga berlaku bagi orang dewasa.
- Kurang Interaksi Sosial
Otak manusia pada dasarnya dirancang untuk berinteraksi. Interaksi sosial membantu melatih daya ingat, melatih kemampuan bahasa, serta memperkuat koneksi saraf.
Sebaliknya, kurang bersosialisasi atau hidup terlalu menyendiri bisa meningkatkan risiko depresi dan penurunan fungsi kognitif. Isolasi sosial dalam jangka panjang bahkan berkaitan erat dengan meningkatnya risiko demensia di usia tua.
Generasi muda saat ini sering lebih sibuk dengan dunia maya dibandingkan menjalin hubungan sosial di dunia nyata. Padahal, percakapan tatap muka memiliki dampak positif yang tidak tergantikan bagi kesehatan otak.
- Mendengarkan Musik Terlalu Keras
Mendengarkan musik dengan earphone pada volume tinggi sudah menjadi kebiasaan banyak anak muda. Meski terasa menyenangkan, kebiasaan ini berbahaya bagi pendengaran sekaligus otak.
Gangguan pendengaran akibat paparan suara keras terbukti mempercepat penurunan fungsi otak. Otak yang harus bekerja lebih keras untuk memproses suara akhirnya kehilangan kemampuan optimalnya untuk aktivitas kognitif lain.
Selain itu, kerusakan pendengaran di usia muda berkorelasi dengan meningkatnya risiko demensia di usia lanjut.
Dampak Jangka Panjang dari Kebiasaan Buruk
Kerusakan otak tidak terjadi dalam semalam. Prosesnya bisa berlangsung bertahun-tahun tanpa gejala jelas. Namun, ketika tanda-tanda penurunan fungsi kognitif mulai muncul, biasanya kondisi sudah cukup parah.
Gejala awal kerusakan otak meliputi sulit berkonsentrasi, mudah lupa, susah tidur, perubahan suasana hati, dan mudah stres.
Jika dibiarkan, kondisi ini bisa berkembang menjadi penyakit serius seperti Alzheimer, Parkinson, stroke, atau gangguan kesehatan mental kronis.






