Jatengkita.id – Sragen merupakan sebuah kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Sempat menjadi pusat pemerintahan Mataram, membuat Sragen memiliki tradisi yang masih lestari bahkan hingga kini. Salah satunya Cembreng, tradisi ritual kuno asli Sragen. Bagaimana keunikan ritual ini?
Kabupaten ini memiliki ibu kota yang juga bernama Sragen. Pada masa lampau, daerah ini merupakan bagian dari Kesultanan Mataram dan pernah menjadi pusat pemerintahan Mataram.
Pada tahun 1936, Sragen dimekarkan menjadi kabupaten yang terpisah dari Kabupaten Surakarta (Solo). Sejak itu, Sragen berkembang menjadi kabupaten yang mandiri dengan perekonomian yang semakin berkembang.
Sragen merupakan sebuah kabupaten yang kaya akan sejarah, budaya, dan potensi ekonomi. Dengan keindahan alam dan warisan budayanya, Sragen menjadi tujuan menarik bagi wisatawan yang ingin mengenal keanekaragaman Jawa Tengah.
Terdapat beberapa tempat wisata yang menarik untuk dikunjungi di Sragen. Salah satu tempat yang populer adalah Candi Sukuh, sebuah candi Hindu yang terkenal dengan arsitektur uniknya.
Selain itu, terdapat juga Air Terjun Nglirip yang indah, Taman Balekambang yang menjadi tempat rekreasi keluarga, serta Pantai Pasir Putih Sangiran yang menawarkan pemandangan pantai yang menakjubkan.
Baca juga : Mewahnya Tradisi “Nyadran” atau Sedekah Laut Tawang!
Sragen memiliki kebudayaan dan tradisi yang kaya. Salah satu tradisi yang cukup terkenal di Sragen yaitu ritual Cembreng. Ritual ini diadakan pada musim giling tebu dimulai.
Pada ritual ini ada yang disebut dengan pengantin tebu, dimana dua batang tebu terpilih akan digunakan sebagai awal dimulainnya prosesi musim giling tebu. Ritual ini mengacu pada arak-arakan tujuh kepala kerbau dan kirab tebu manten.
Pada hari pertama ritual ini akan diisi dengan arak-arakan sesaji, mulai dari hasil bumi, nasi tumpeng, jajanan pasar, nasi merah, serta tujuh kepala kerbau. Beragam sesaji ini diletakkan di dalam tandu kecil dengan dihiasi kertas warna-warni.
Arak-arakan dari halaman balai desa Suruh hingga pabrik gula, kira-kira lima kilometer jauhnya. Ramai warga mengiringi arak-arakan ini. Mereka mulai berdatangan sejak terik matahari memanas.
Selain arak-arakan, ada pasar rakyat yang memang selalu digelar di sekitar kompleks pabrik gula. Alhasil saat ritual cembrengan, kepadatan masyarakat di pabrik gula sangat terasa.
Setelah sampai di pabrik, sesaji ini kemudian diletakkan di bagian bawah mesin produksi. Khusus kepala kerbau diyakini sebagai penolak bala.
Ritual ini pula diyakini sebagai simbol memohon keselamatan selama proses giling tebu. Adapun tujuan upacara sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan. Rasa syukur tersebut karena diberkahi panen tebu yang melimpah dan permohonan agar panenan mendatang semakin baik serta terhindar dari hama tanaman.
Tonton video : MUSEUM SANGIRAN – SITUS MANUSIA PURBA TERLENGKAP