Jatengkita.id – Setelah sukses dengan tayangan layar pertama, film Hamka vol dua kini jadi penutup “tontonan yang sayang dilewatkan” di akhir tahun. Film garapan termahal Falcon Pictures ini menjadi genre biopik yang diapresiasi oleh MUI selaku penasihat film dan berharap mampu menjadi teladan bagi masyarakat Islam di Indonesia bahkan dunia.
Hamka menjadi tokoh yang bisa diteladani dari banyak sisi, karena ia dikenal tak hanya sebagai ulama, namun juga pujangga, jurnalis, bahkan politisi. Tayangan pertama film Hamka fokus pada kondisi Indonesia yang saat itu dijajah oleh Jepang.
Hamka berperan besar dalam bidang media massa sebagai sarananya untuk mengritisi kolonialisme Jepang. Karenanya, ia dan surat kabarnya mengalami pembredelan kala itu. Aksinya menarik perhatian Soekarno yang kemudian merangkulnya sebagai partner dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Selain itu, Hamka juga dikenal khalayak dengan novel romannya, yaitu Tenggelamnya Kapal Van der Wijck. Berikutnya, ia terus mengokohkan status sastrawannya dengan banyak menulis novel lainnya.
Dalam film kedua ini, porsi kepahlawanan dan nasionalisme masih dikemas menakjubkan. Jika di vol pertama ia menghadapi bengisnya koloni Jepang, maka di vol kedua yang menceritakan masa Agresi Militer Belanda, dimana para sekutu masih berupaya untuk mengeruk sumber daya Nusantara.
Hamka harus menghadapi pemerintahannya sendiri, yaitu Indonesia yang saat itu dipimpin oleh Soekarno, kawannya. Ia bahkan harus menjadi tahanan selama dua tahun karena dugaan pengkhianatan terhadap presiden dan dipaksa mengakui perbuatan yang tidak pernah ia lakukan.
Hamka berulang kali menegaskan perannya untuk demokrasi Indonesia. Ia adalah seorang patriot idealis, seorang ulama yang memegang teguh nilai syariah Islam.
Baginya, berjuang memperebutkan kemerdekaan negeri adalah sebuah jihad dan cinta. Hamka mengajarkan konsep cinta tanah air atau nasionalisme tidak bisa lepas dari Islam.
Peran Kunci Siti Raham
Vol kedua film Buya Hamka menampilkan peran Siti Raham cukup banyak sebagai sosok pendamping Hamka. Ia selalu hadir memberi nasihat atas keputusan yang akan diambil Hamka.
Salah satu keputusan itu adalah pencabutan status Pegawai Negeri Sipil dari Hamka. Nasihat agung yang diberikan Siti Raham kepada suaminya adalah agar memilih pilihan sesuai kehendak hati dan tidak menghalangi Hamka dalam menjalankan tauhidnya.
Siti Raham juga berperan besar dalam memberikan motivasi bagi Hamka untuk segera menyelesaikan tulisannya tentang Tafsir Al-Azhar.
Buku ini adalah sebuah mahakarya yang Hamka lanjutkan di dalam sel tahanan. Ia menjadi sosok paling tabah dan tawakal saat Hamka terpaksa diantar ke sel tahanan.
Situasi itu menjadikannya terbiasa karena Hamka juga sering memandirikannya karena harus berdakwah dan berperang memerangi penjajah.
Ada bagian yang menampilkan sosok Siti Raham sebagai pemegang kunci untuk kesuksesan suaminya. Ia mengatakan bahwa ia tak handal dalam berpidato, tapi dengan lantang ia mengungkapkan bahwa yang bisa ia lakukan hanyalah mengurus orang yang berpidato, yaitu Hamka.
Melalui skenario ini, kita memahami bahwa seorang istri memiliki peran penting sebagai support system terbaik bagi suami. Ia menjadi istri yang amat melayani dan menjadi Ibu yang hangat penuh kasih bagi anak-anaknya.
Siti Raham tiada lelah menemani perjuangan Hamka sedari masa penjajahan Jepang hingga Indonesia mengakui kemerdekaannya.
Saat Hamka menjadi jurnalis, Siti Raham terus mendorongnya untuk berkarya dan produktif melalui tulisan. Ia meyakinkan Hamka bahwa dakwah tak hanya bisa dilakukan dengan ceramah dari surau satu ke surau lainnya.
Saat Hamka menjadi pujangga, Siti Raham rupanya menjadi inspirasi karya-karyanya yang dicintai banyak orang, yang dimana karya itu didominasi oleh genre roman.
Saat Hamka menjadi seorang politisi, Siti Raham meneguhkan kehormatan perempuan melalui pemahaman bahwa perempuan sudah memiliki ranahnya masing-masing dalam kehidupan ini.
Tak harus terlibat langsung dalam politik, perempuan bisa terlihat superior dengan menjadi sosok behind the stage bagi kesuksesan suami. Demokrasi yang sesuai syariah adalah yang mampu meminimalisasi kemudaratan.
Begitulah Hamka dan Siti Raham melakukan perannya secara kolaboratif dalam membangun Indonesia. Nasionalisme dalam jiwa mereka ditunjukkan dengan aksi sesuai kepakaran.
Baca Juga 8 Bioskop Generasi Pertama di Indonesia, Satu di Magelang