Laut Bercerita, Drama Fiksi dalam Balutan Fakta Sejarah 98

Laut Bercerita, Drama Fiksi dalam Balutan Fakta Sejarah 98
(Gambar : Pinterest)

Jatengkita.id – Laut Bercerita merupakan sebuah novel karya Leila S. Chudori yang di dalamnya mengandung banyak refleksi.

Berbekal riset dari korban yang selamat dari berbagai operasi pada masa Orde Baru, Chudori mampu membuat novel yang membangkitkan nilai juang tersendiri bagi para pembacanya.

Apa yang membedakan Laut Bercerita dari karya-karya lain adalah kemampuan untuk menyeimbangkan fakta sejarah dengan elemen-elemen fiksi yang mendalam. Chudori dengan cerdas menggabungkan keduanya. Ia memberikan nuansa baru pada pemahaman pembaca tentang peristiwa sejarah.

Novel ini tidak hanya menjelaskan peristiwa sejarah dari sudut pandang akademis saja. Penulis menghidupkannya melalui cerita-cerita personal yang membuat sejarah terasa lebih nyata dan relevan.

Chudori membentangkan jaring-jaring yang menghubungkan masa lalu dengan masa kini. Ia menyoroti bagaimana luka sejarah dapat membentuk identitas dan memengaruhi generasi berikutnya.

Pendekatan ini mengundang pembaca untuk merenung lebih dalam tentang dampak jangka panjang dari peristiwa sejarah pada kehidupan sehari-hari dan struktur sosial.

Baca juga : Namanya Melegenda, Ini 6 Penulis Inspiratif Asal Jawa Tengah

Laut Bercerita
Desain cover Novel Laut Bercerita (Gambar : Pinterest)

Diawali dengan sudut pandang Anjani yang mencurahkan kesedihan yang dibalur rasa penasaran mengenai keberadaan kakaknya yang bernama Biru Laut. Keberadaan Biru Laut sudah berbulan-bulan tidak diketahui.

Biru Laut sangat hobi mengikuti organisasi. Ia banyak berdiskusi dengan teman sejawatnya mengenai buku-buku berhaluan kiri dan berbagai problematika dalam pemerintahan yang sedang terjadi pada saat itu.

Pada masa Orde Baru, sangat banyak sekali buku yang dilarang untuk disebarluaskan seperti “Ayat-Ayat Kiri” karya Karl Max dan “Tetralogi Pulau Buru” karya Pramoedya Ananta Toer. Bahkan beberapa penulis ternama juga harus mendekam di penjara selama bertahun-tahun.

Di masa tersebut, Presiden Soeharto sangat bertentangan dengan kubu kiri dan cenderung untuk menghapusnya dari Republik Indonesia. Hal ini karena ditakutkan jika tragedi G 30/S/PKI akan terulang kembali.

Selain mengenai kubu kiri, seluruh buku-buku yang menggambarkan keadaan yang sebenarnya di masa Orde Baru, maupun yang bersinggungan dengan pemerintah juga wajib dimusnahkan secara massal.

Perjalanannya dengan para teman sejawatnya tidak hanya sampai di sana. Mereka akan menemukan berbagai problematika yang mengharuskan berpindah-pindah tempat karena mereka termasuk target operasi pemerintah yang wajib ditangkap.

(Gambar : Pinterest)

Penggambaran para aktivis di masa Orde Baru sangat tergambarkan dengan jelas. Seluruh penyiksaan yang diperoleh benar-benar digambarkan secara akurat melalui novelnya. Dari secuil penggambaran novel tersebut, tidak semua orang merasakan penderitaan yang dialami.

Secara keseluruhan, Laut Bercerita adalah sebuah karya yang memadukan kedalaman sejarah dengan kekuatan narasi fiksi.

Penulis menghadirkan sebuah pengalaman membaca yang memikat, emosional, dan penuh refleksi. Novel ini tidak hanya menyampaikan cerita, tetapi juga menantang dan memacu pemikiran.

Dari novel tersebut, kita belajar bahwa cita-cita Indonesia Emas juga bisa menjadi angan belaka. Konsep-konsep Orde Baru masih terjadi hingga saat ini dengan kemasan yang berbeda. Problematika seperti antikritik, korupsi, gratifikasi, dan semacamnya masih menjadi budaya.

Indonesia butuh sosok seperti Biru Laut yang keras kepala, berani, radikal, dan bernurani untuk membangunkan “Garuda” yang agung, demi kemasyuran negeri ini.

Follow akun instagram Jateng Kita untuk informasi menarik lainnya!

Response (1)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *