Jatengkita.id – Setiap bulan Ramadan, Masjid Darussalam di Kota Solo, Jawa Tengah, menjadi pusat perhatian ribuan warga yang menantikan pembagian bubur samin gratis. Tradisi ini telah berlangsung sejak tahun 1986 dan menjadi salah satu ikon kuliner serta simbol kebersamaan bagi masyarakat Solo.
Pada Ramadan tahun 2025 ini, Masjid Darussalam kembali membagikan sekitar 1.200 hingga 1.400 porsi bubur samin setiap hari. Sekitar 200 porsi diperuntukkan bagi jamaah masjid sebagai takjil, sedangkan sisanya dibagikan kepada masyarakat umum.
Tradisi ini bukan hanya sekadar berbagi makanan, tetapi juga melestarikan warisan kuliner khas Banjar yang telah diwariskan turun-temurun.
Asal Usul Tradisi Bubur Samin di Masjid Darussalam
Tradisi pembagian bubur samin di Masjid Darussalam berawal dari komunitas perantau Banjar, Kalimantan Selatan, yang tinggal di Solo. Pada tahun 1985, para sesepuh masjid yang berasal dari Banjar mengadakan buka puasa bersama di masjid yang saat itu masih berupa musala kecil.
Mereka membawa berbagai hidangan khas Banjar, seperti nasi kuning, kue lumpur, dan bubur samin. Dari berbagai menu yang tersedia, bubur samin menjadi sajian yang paling cepat habis.
Melihat antusiasme jamaah, akhirnya diputuskan untuk memasak bubur samin dalam jumlah besar dan membagikannya kepada masyarakat secara gratis sejak tahun 1986.
Sejak saat itu, tradisi ini terus berlanjut dan menjadi bagian dari identitas Masjid Darussalam. Tidak hanya menjadi ajang berbagi, tetapi juga mempererat hubungan sosial antarwarga yang beragam latar belakang.

Proses Pembuatan Bubur Samin yang Sarat Makna
Setiap harinya, proses memasak bubur samin dimulai sejak jam setengah dua belas siang. Prosesnya dilakukan di dapur dadakan yang didirikan di halaman masjid.
Pengurus masjid dan relawan terlebih dahulu membuat kaldu dari tetelan sapi dan daging. Kaldu inilah yang menjadi dasar kelezatan bubur samin.
Setelah salat Zuhur, sekitar 45 hingga 50 kilogram beras mulai dimasak bersama kaldu, daging sapi cincang, sayur-mayur, serta berbagai rempah khas yang memberikan cita rasa unik pada bubur ini.
Bumbu utama yang digunakan adalah minyak samin. Di Indonesia, minyak ini umumnya berasal dari lemak kambing, berbeda dengan minyak samin Timur Tengah yang dibuat dari lemak unta.
Dalam waktu 2 hingga 3 jam, bubur samin pun siap disajikan dan dibagikan kepada warga selepas salat Ashar. Pembagian dilakukan dalam dua tahap, pertama, pada sore hari untuk dibawa pulang oleh warga, dan kedua, setelah azan Magrib sebagai menu berbuka puasa di masjid.
Antusiasme Warga dan Nilai Kebersamaan
Setiap sore, halaman Masjid Darussalam dipenuhi oleh warga yang mengantre untuk mendapatkan bubur samin. Tidak ada sistem kupon dalam pembagian, sehingga siapa pun yang datang lebih awal bisa langsung mengambil dan menikmati sajian ini.
Antusiasme warga terhadap bubur samin tidak hanya karena rasanya yang khas, tetapi juga karena makna kebersamaannya. Di tengah antrean, orang-orang berbincang, berbagi cerita, dan merasakan kebersamaan dalam suasana Ramadan.
Bagi banyak warga Solo, menikmati bubur samin dari Masjid Darussalam bukan sekadar soal mengisi perut, tetapi juga menjadi momen yang dinantikan setiap tahunnya. Ada perasaan nostalgia dan kebersamaan yang hanya bisa dirasakan ketika berkumpul bersama di masjid ini.

Dukungan Pemerintah dan Donatur
Keberlanjutan tradisi bubur samin ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak, termasuk Pemerintah Kota Solo yang telah berkontribusi selama tiga tahun terakhir dengan menyuplai 1.5 ton beras setiap Ramadan.
Selain itu, sumber pendanaan utama berasal dari para jamaah masjid yang merupakan warga Kalimantan Selatan yang menetap di Surakarta. Donatur dari luar negeri, seperti dari Singapura, juga turut membantu dalam penyediaan bahan baku.
Dengan adanya bantuan ini, pengurus masjid dapat lebih fokus menjaga kualitas dan keberlanjutan tradisi bubur samin yang telah menjadi bagian dari identitas Ramadan di Solo.
Baca juga : 3 Menu Takjil Khas Solo yang Sayang Dilewatkan
Resep dan Keunikan Bubur Samin Khas Banjar
Bubur samin adalah salah satu kuliner khas Banjar yang diadaptasi dari hidangan Timur Tengah, yaitu nasi samin. Cita rasa bubur ini khas dengan aroma rempah yang kuat serta tekstur yang lembut.
Beberapa bahan utama dalam bubur samin :
- Beras yang dimasak hingga menjadi bubur lembut
- Daging sapi yang dicincang kecil-kecil
- Susu full cream untuk menambah cita rasa gurih
- Minyak samin sebagai bumbu utama yang memberikan aroma khas
- Rempah-rempah seperti kayu manis, cengkih, jinten, pala, dan merica
- Bawang putih dan bawang merah sebagai penyedap alami
Selain perbedaan dalam bahan dan rempah, tingkat kekentalan bubur samin juga bisa berbeda tergantung daerahnya. Di Banjar, bubur ini lebih kental, sedangkan di Solo, teksturnya sedikit lebih cair.

Bubur Samin dan Wisata Religi Ramadan di Solo
Melihat popularitas bubur samin yang terus meningkat, Wali Kota Solo, Respati Ardi, berencana menjadikan tradisi ini sebagai bagian dari wisata religi Ramadan.
Dengan cita rasa khas dan keunikannya, bubur samin Masjid Darussalam memiliki potensi besar untuk menarik wisatawan, baik dari dalam maupun luar negeri.
Sebagai bagian dari pengembangan wisata religi, Pemerintah Kota Solo akan menambah kapasitas produksi serta meningkatkan promosi agar tradisi ini semakin dikenal luas.
Wisata religi bukan hanya soal ibadah, tetapi juga pengalaman spiritual dan kuliner yang memberikan kesan mendalam. Dengan keberadaan bubur samin, Solo memiliki daya tarik tambahan bagi wisatawan yang ingin merasakan suasana Ramadan yang lebih bermakna.
Peran Juru Masak dalam Melestarikan Tradisi
Juru masak bubur samin di Masjid Darussalam saat ini adalah seseorang yang dulu diminta membantu mengaduk bubur pada tahun 1985, ketika pertama kali bubur ini dibuat secara massal. Kini, ia memasak dengan dibantu oleh warga sekitar yang turut serta dalam pelestarian tradisi ini.
Keberlanjutan tradisi bubur samin tidak lepas dari dedikasi para juru masak dan relawan yang memastikan bahwa resep dan cara memasak tetap sesuai dengan warisan leluhur. Inilah salah satu bentuk nyata bagaimana budaya dan tradisi bisa terus hidup dan berkembang di tengah masyarakat.
Bubur Samin sebagai Simbol Kebersamaan dan Keberkahan Ramadan
Tradisi pembagian bubur samin di Masjid Darussalam lebih dari sekadar berbagi makanan. Ia menjadi simbol kebersamaan, solidaritas, dan keberkahan di bulan suci Ramadan.
Setiap takaran bubur yang dibagikan membawa makna yang mendalam, yaitu semangat berbagi, merajut tali silaturahmi, serta menjaga warisan kuliner dan budaya yang telah ada selama puluhan tahun.
Bagi masyarakat Solo, bubur samin bukan hanya tentang rasa, tetapi juga tentang kenangan, tradisi, dan nilai-nilai kebersamaan yang terus dijaga dari generasi ke generasi.
Dengan dukungan berbagai pihak, tradisi ini diharapkan tetap lestari dan menjadi bagian dari kekayaan budaya Indonesia yang membanggakan.
Follow akun instagram Jateng Kita untuk informasi menarik lainnya!