Meriahnya Tradisi Dugderan Awali Ramadan

Meriahnya Tradisi Dugderan Awali Ramadan
(Gambar : gayamsari.semarangkota.go.id)

Jatengkita.id – Berbicara tentang tradisi, tentunya Jawa Tengah dikenal akan kekayaan tradisinya yang masih dijunjung tinggi oleh msayarakat. Salah satu tradisi yang masih dilestarikan hingga kini adalah tradisi Dugderan di Kota Semarang.

Tradisi ini merupakan bentuk perayaan penyambutan bulan Ramadan yangbiasanya digelar dalam bentuk festival. Nama “dugderan” berasal dari bunyi bedug (“dug”) dan meriam (“der”).

Dugderan memperkaya pengetahuan masyarakat tentang budaya dan sejarah Kota Semarang. Bukan sekadar perayaan semata, Dugderan juga sarat akan makna yang mendalam bagi warganya.

Dugderan sendiri sudah dilaksanakan sejak tahun 1881 M. Konon, pada tahun 1881-1889 pada masa Pemerintahan Bupati Semarang yaitu Kanjeng Bupati Raden Mas Tumenggung Arya Purbaningrat, terdapat sebuah tradisi dalam menyambut datangnya bulan suci Ramadan yaitu Dugderan.

Tujuan dari penyelenggaraan dugderan adalah melebur perbedaan yang terjadi antarwarga Kota Semarang pada zaman kolonial. Tak asal, bunyi bedug diperdengarkan sebanyak 17 kali dan irama letusan meriam sebanyak 3 kali.

Baca juga : Long Bumbung, Tradisi Unik Sambut Ramadan Ala Jaman Perang

Biasanya, Dugderan dilaksanakan sehari menjelang bulan puasa Ramadan. Tradisi ini dimulai dengan pemukulan bedug dan membunyikan meriam. Selanjutnya, arak-arakan Warak Ngendhog menuju Masjid Agung.

Tradisi Dugderan Kota Semarang
(Gambar : menpan.go.id)

Warak Ngendhog sendiri merupakan hewan mitologi berbadan kambing, dengan leher panjang seperti hewan unta, bagian kepala seperti naga dan terdapat telur pada bagian ujung ekor.

Seiring dengan perubahan zaman, adanya binatang khayalan ini dipercaya sebagai ikon ritual Dugderan sekaligus ikon budaya Kota Semarang.

Oleh masyarakat luas, ikon ini diartikan sebagai simbol akulturasi budaya. Sampai sekarang, tradisi Dugderan masih menjadi alat pemersatu antarwarga di Semarang.

Tradisi ini disambut dengan antusias dan pastinya meriah karena banyak warga turun ke jalan pada saat perayaan untuk ikut melaksanakan tradisi kebanggaaan Kota Lumpia ini.

Para warga akan berbaur, bertegur sapa, dan saling menghormati sesama tanpa memandang perbedaan. Tradisi Dugderan pun kini dianggap sebagai ritual tradisi turun-temurun terbesar yang oleh masyarakat dan pemerintah dianggap menjadi ikon Kota Semarang.

Follow akun instagram Jateng Kita untuk informasi menarik lainnya!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *