Mendidik Bukan Menghardik

Foto : Pinterest

“Jadilah kamu seperti pohon mangga. Mereka melempari engkau dengan batu, namun membalasnya dengan buah.”

Kita tidak mesti mendapatkan apa yang kita cintai namun kita harus mencintai apa yang kita dapatkan. Tak terkecuali dalam mendidik buah hati dan generasi. Tugas orang tua dan guru adalah melihat potensi yang tersimpan menjadi prestasi yang menawan. Karenanya seorang guru atau orang tua mesti bisa mengendalikan diri bukan malah terbawa emosi. Caranya?

Ubah Keburukan Menjadi Kebaikan

Namanya Abu Mandzurah al Jumahi Salamah bin Mair. Ketika Fathu Makkah, dia meniru-niru suara adzan yang dikumandangkan oleh Bilal bin Rabah. Meniru yang dimaksudkan untuk mengejek.

Namun, dengan santun Rasulullah saw. membimbingnya dan menyuruh Bilal mengajarkan adzan kepadanya serta menunjuk sebagai Muadzin di Makkah.
Namanya adalah Aus bin Mughirah al-Jumahi. Rasul saw. memerintahkannya untuk mengumandang-kan adzan di Makkah sekembalinya beliau dari Hunain.

Ketika Makkah berhasil ditaklukkan kaum muslimin, Rasulullah saw. memerintahkan Bilal mengumandangkan adzan dari atas Ka’bah. Sebagian pemuda Quraisy, yang masih belum lapang dada menerima Islam, menirukan suara Bilal. Mereka marah dan bermaksud mengejeknya. Sampai salah seorang pemuda yang bernama Abu Mahdzurah al-Jumahi pun meniru-niru adzan Bilal.

Abu Mahdzurah, seorang pemuda 16 tahun, termasuk orang Quraisy yang paling merdu suaranya. Saat dia mengangkat suara mengumandangkan adzan dengan maksud ejekan, Rasulullah saw. mendengarnya.

Nabi memanggilnya dan mendudukkannya di hadapan beliau. Abu Mahdzurah menyangka, inilah akhir riwayat hidupnya karena ulahnya itu. Namun, Rasulullah saw. malah mengusap dada dan ubun-ubun pemuda itu dengan tangan beliau yang mulia. Abu Mahdzurah mengatakan, “Demi Allah, hatiku terasa dipenuhi keimanan dan keyakinan. Dan aku meyakini bahwa dia adalah utusan Allah.”

Setelah Abu Mahdzurah beriman, Rasulullah saw. mengajarinya adzan. Jadilah dia orang pertama yang mengumandakan adzan setelah Rasulullah meninggalkan Makkah menuju Madinah. Dia terus menjadi muadzin di Masjid al-Haram hingga akhir hayatnya. Kemudian dilanjutkan oleh keturunan-keturunannya hingga waktu yang lama. Ada yang mengatakan hingga masa Imam asy-Syafi’i.

Respons Positif
Sangat mungkin ketika seorang di atas panggung atau sedang beraktivitas, ada orang-orang jahil yang mengejek dan membully. Ada yang berbisik, ribut dengan kanan-kirinya, meracau, mengomel, mengejek, mencaci, mengumpat, menirukan berulang-ulang dalam mengejek, memantul-mantulkan suara yang disampaikan, dan banyak sekali.

Jadilah inspirator yang tak pernah kendor, tidak terdikte oleh keburukan orang lain padanya. Justru akhlak mulia yang mengubah paradigma mereka yang memusuhi, menjadi sahabat yang sangat mencintai dan dicintai.

Belajar dari akhlak mulia Nabi saw. sebagai inspirator sejati, kita bisa menjadi Super Coach dengan cara:

  • Memberikan dorongan berkreasi untuk mereka yang sedang unjuk gigi dengan mendekati dan mendoakan kebaikan padanya. Nabi mendoakan Abu Mandzurrah dengan tulus, sehingga mendapatkan hidayah Allah.
  • Menghargai kedudukan dan potensi seseorang dengan mengajarinya kebaikan, ketrampilan, keahlian, bimbingan, serta kepercayaan, sehingga mengubah sifat buruk dan jahiliyah menjadi sosok yang memegang tampuk dan berakhlakul karimah.
  • Mengetahui titik lemah seseorang sebagai bekal untuk menutupinya dengan kebaikan yang lebih besar. Jangan fokus pada masalah, fokuskan pada solusi yang terbuka.
  • Mengembangkan bakat walau kecil yakni soseorang yang bersuara lantang dan merdu menjadi penyeru.
  • Membentuk karakter kepemimpinan seseorang yang potensial dengan memberikan kesempatan dan kepercayaan sesuai potensi yang dimiliki.
    Memupuk potensi yang tersembunyi dengan akhlak terpuji, sehingga terdidik dan terarah pada tujuan yang jelas dalam ridha Allah Rabbul Izzati.
  • Mendidik potensi dengan baik dan menjauhkan anak dari sikap yang menyimpang dari norma dan aturan. Inilah cara Nabi menjadi inspirator sejati.

Ditulis oleh: Solikhin Zero to Hero

Sumber : https://www.suara muhammadiyah.id/2020/06/07/muadzin-muadzin-di-masa-rasulullaah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *